Rabu, 18 November 2015

Tugas Teknologi Reproduksi Ternak "Keberhasilan Transfer Embrio Pada Sapi Di Sulawesi Tenggara"




TUGAS MATA KULIAH
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK

“Keberhasilan Transfer Embrio Pada Sapi Di Sulawesi Tenggara”




OLEH
GORISMAN MATUALESI
L1A1 13 009



KELAS A



JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
 


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan akan daging di Indonesia akan bertambah terus secara nyata dengan bertambahnya penduduk dan pendapatan. Usaha membentuk bangsa sapi potong baru memerlukan waktu yang lama. Selama beberapa tahun impor ternak hidup untuk meningkatkan produksi ternak potong mengalami banyak hambatan dan tidak optimal. Oleh karena itu teknologi transfer embrio (TE) menawarkan jalan untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi daging secara berkelanjutan.
Populasi ternak sapi di Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga Juni 2012 mencapai 236.896 ekor atau melebih target nasional sebanyak 232.270 ekor.
"Dengan demikian bahwa ada peningkatan populasi sebesar 4.626 ekor sapi yang sekaligus berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi daging Sultra sebesar 10,86 persen atau melebihi target daging nasional yang sebesar 5,3 persen," kata Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sultra, Amir Ridwan di Kendari, Rabu.
Menurut Amir, dengan demikian bahwa kebutuhan daging lokal khusus di Sulawesi Tenggara sudah cukup aman, meskipun tidak lagi harus mendatangkan daging dari provinsi terdekat seperti Sulawesi Selatan, akan tetapi justru sebaliknya, daging yang ada di Sultra diantarpulaukan ke luar daerah.
Daerah sentra pengembangan utama seperti Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Konawe dan Bombana, wilayah Kota Kendari pun dibidik untuk menjadi kawasan pengembangan sapi. Daerah pinggiran kota yang berada di enam kecamatan di Kendari sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi sepanjang memenuhi kriteria pemeliharaan yang jauh dari wilayah pemukiman penduduk kota. (ANT).dimulai pada awal dasawarsa 1980-an. Saat ini penelitian dan penguasaan teknologi telah dilakukan dan dikembangkan oleh berbagai institusi, seperti BALITNAK, Balai Embrio Ternak, LIPI dan beberapa Perguruan Tinggi seperti IPB, UGM, Brawijaya, Airlangga dll. Keberhasilan teknologi TE di Indonesia masih sangat beragam dan dampaknya untuk perkembangan maupun peningkatan produktivitas ternak masih sangat minimal. Program untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi TE masih belum terfokus dengan baik. Padahal teknologi ini merupakan salah satu wahana yang sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak.
Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982, sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang menyampaikan suatu bahasan mengenai TE. Ceramah diadakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan (Martojo,1987).
Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali diintroduksi pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan embrio beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien dengan cara pembedahan lewat daerah kampong oleh tim dari Granada Livestock Transplant Co, USA (Putro, 1994).

B. Tujuan Dan Manfaat
            Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui pengertian transfer embrio.
2.    Mengetahui manfaat transfer embrio.
3.    Mengetahui keberhasilan Transfer Embrio di Sulawesi Tenggara.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu
a.    Dapat mengetahui pengertian transfer embrio.
b.    Dapat mengetahui manfaat transfer embrio.
c.    Dapat mengetahui keberhasilan Transfer Embrio di Sulawesi Tenggara

II. PEMBAHASAN
A.Populasi Ternak Sapi Di Sulawesi Tenggara
Populasi ternak sapi di Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga Juni 2012 mencapai 236.896 ekor atau melebih target nasional sebanyak 232.270 ekor.
"Dengan demikian bahwa ada peningkatan populasi sebesar 4.626 ekor sapi yang sekaligus berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi daging Sultra sebesar 10,86 persen atau melebihi target daging nasional yang sebesar 5,3 persen," kata Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sultra, Amir Ridwan di Kendari, Rabu.
Menurut Amir, dengan demikian bahwa kebutuhan daging lokal khusus di Sulawesi Tenggara sudah cukup aman, meskipun tidak lagi harus mendatangkan daging dari provinsi terdekat seperti Sulawesi Selatan, akan tetapi justru sebaliknya, daging yang ada di Sultra diantarpulaukan ke luar daerah.
Hanya saja, dengan tingkat populasi ternak yang sudah memadai itu, oleh petani peternak akan secara kontinyu menjual ternaknya untuk di potong, sebab masyarakat Sultra sejak dulu gemar beternak dan tidak mudah menjual bila dianggap tidak mendesak.
Ia mengatakan, Pemprov Sultra, terus berupaya dan mendorong meningkatkan produksi daging sapi dengan meningkatkan jumlah populasi sapi hingga belasan ribu ekor pertahunnya.
"Dengan peningkatan jumlah populasi ternak sapi milik masyarakat di sejumlah kabupaten (Kooawe Selatan, Muna, Konawe, Bombana dan Kolaka maka pihaknya kini mengaktifkan kembali gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang bergerak dibidang peternakan sapi," katanya.
Pengaktifan kembali gapoktan dilakukan dengan cara pendampingan dan bimbingan terhadap peternak oleh petugas penyuluh agar peternak memiliki pengetahuan yang memadai dan mampu menerapkan teknologi pembibitan dan budi daya ternak sapi.
Selain pendampingan penyuluhan, pihaknya juga akan melakukan perbaikan infrastruktur dan sarana prasarana peternakan, serta perbaikan mutu pakan ternak. Bentuk perwujudannya berupa pemberian bantuan 220 ekor sapi pejantan dan bantuan penyelamatan sapi betina kepada 20 kelompok tani.
Daerah sentra pengembangan utama seperti Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Konawe dan Bombana, wilayah Kota Kendari pun dibidik untuk menjadi kawasan pengembangan sapi. Daerah pinggiran kota yang berada di enam kecamatan di Kendari sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi sepanjang memenuhi kriteria pemeliharaan yang jauh dari wilayah pemukiman penduduk kota. (ANT).
B. Pengertian Transfer Embrio
                 Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan genetic manipulation. Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah untuk meningkatkan kapasitas reproduksi ternak yang berharga. Untuk beberapa tahun peningkatan  mutu genetic ternak sapi telah dilakukan dengan metode inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.
                 Berbeda halnya dengan Transfer embrio dimana dapat mempercepat percepatan dari sisi betina, namun berjalan sangat lambat karena ternak sapi betina bersifat monotokus dan mempunyai masa kebuntingan yang cukup panjang.
                 Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.



C. Manfaat Transfer Embrio
Beberapa manfaat dari teknologi transfer embrio adalah:
a.        Untuk meningkatkan populasi ternak unggul. Seekor sapi betina hanya mampu menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya, sedangkan dengan penerapan TE maka seekor sapi betina mampu menghasilkan 448 keturunan selama hidupnya. (Rutledge, 2004).
b.      Import dan eksport embrio sebagai ganti ternak dewasa sehingga biasanya menjadi lebih ekonomis. Transfer embrio juga memungkinkan hewan melahirkan anak dari spesies lain, misalnya kuda melahirkan zebra, domba melahirkan kambing seperti yang terjadi di Louisville Zoo.
c.       Manfaat lainnya adalah memperoleh keturunan dari induk yang kurang fertile, induk yang dimaksud adalah betina yang menderita oobstruksi tuba falofia yang bilateral total dan betina yang menderita adesi fimria bilateral total (Martojo, 1987).

D. Keberhasilan Transfer Embrio Di Sulawesi Tenggara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terus melakukan berbagai upaya guna menggenjot produksi ternak sapi seperti menerapkan teknologi peningkatan produksi ternak.
"Kami mencoba dua teknologi untuk meningkatkan produksi sapi di Sultra, yaitu dengan cara program inseminasi buatan dan transfer embrio," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sultra, Muhammad Nasir, di Kendari, Sabtu (5/9).
Ia menjelaskan, inseminasi buatan merupakan teknologi reproduksi dengan menyuntikkan sperma sapi jantan unggul kepada sapi betina. "Dengan teknologi ini, satu sapi jantan bisa membuahi ribuan sapi betina dalam setahun," kata Nasir.
Sedangkan transfer embrio, kata Nasir, merupakan teknologi reproduksi dengan mengambil embrio dari sapi betina unggul (donor) yang telah diovulasi ganda (superovulasi) dan memindahkannya ke uterus sapi penerima.
Menurutnya, upaya peningkatan produksi sapi yang dilakukan pemerintah dilakukan karena ingin mengulangi prestasi Sultra yang pernah menduduki peringkat ke lima nasional untuk jumlah populasi sapi. "Namun, seiring berjalannya waktu, Sultra turun menjadi peringkat 16 nasional," katanya.
Disebutkannya, Sultra juga pernah menyandang predikat sebagai pemasok daging secara nasional pada era tahun 1995-1998 karena produksi ternak sapi pada waktu itu cukup banyak. "Meski menduduki peringkat 16 nasional, Sultra menjadi salah satu daerah yang menjadi penyuplai daging untuk beberapa daerah di Indonesia di antaranya ke provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan beberapa daerah di Pulau Kalimantan," katanya.(KR-SPR)
/







III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditulis dari penulisan makalah ini yaitu Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betina yang bertindak sebagai ppenerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting. Beberapa manfaat dari teknologi transfer embrio adalah untuk meningkatkan populasi ternak unggul, lebih ekonomis, dan untuk memperoleh keturunan dari induk yang kurang fertile.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terus melakukan berbagai upaya guna menggenjot produksi ternak sapi seperti menerapkan teknologi peningkatan produksi ternak dengan Teknologi transfer embrio.

B. Saran
Adapun saran yang dapat saya ajukan pada penulisan makalah ini adalah Dalam setiap pelaksanaan transfer embrio hendaknya memperhatikan dan mengikuti setiap tahapan yang ada, supaya keberhasilan dalam transfer embrio bisa dijamin dan dipertanggung jawabkan, selain itu juga sebelum kita melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap -tahap sebelum melakukan transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi, transfer Embrio..

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kementrian Pertanian: Balai Embrio Ternak. Diambil dari http://www.betcipelang.info/ hari Jumat, Jumat, 11 September 2015 pukul 17.30 wita.
Amstrong, D.T. 1993. Recent advances in superovulation of cattle. Theriogenology 39: 7-24.
Ashworth, C.J. 1992. Synchrony embryo-uterus. In: Clinical Trends and Basic Research in Animal Reproduction. Elsevier. AmsterdamLondon-New York-Tokyo. pp. 259-267.
Boland, M.P. and J.F. Roche. 1991. Embryo production: Alternatives methods. International Trend of the Research on Animal Embryo Transfer. pp. 2-13.
Bindon, B.M. and L.R . Piper. 1980. Assessment of new and traditional techniques ofselection for lambing rate. In: G.J. Togs, D.E. ROBERTSON and R. J . LIGHTFOOT (Ed) Sheep Breeding (2nd Ed.). p. 387- 401 .
Novalina, Hasugian. 2009. Transfer Embrio Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor. Diambil dari http://novalinahasugian.blogspot.com/ hari Jumat, 11September 2015 pukul 17.30 wita.
Tappa, B., E.M. Kaiin, S. Said & M. Suwecha. 1994b. Response of dairy cows treated with repeated superovulation and embryo recovery. Proceeding of 7th AAAP Animal Science Congress. Bali. P. 19-20.
Toelihere, M.R. 1987. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia. P. 40 – 44.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar