Selasa, 16 Juni 2015

Laporan Praktikum Preparasi OOsit dan Preparasi Spermatozoa

LAPORAN LENGKAP
 PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK TERNAK
PENGAMATAN PREPARASI OOSIT DAN PREPARASI SPERMATOZOA




OLEH :

GORISMAN MATUALESI
L1A1 13 009





JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi pada hewan terjadi dalam dua jenis yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual. Reproduksi aseksual adalah penciptaan individu baru yang semua gennya berasal dari satu induk tanpa peeleburan telur dan sperma. Sedangkan reproduksi seksual adalah penciptaan keturunan melalui peleburan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot. Peleburan gamet (sperma dan ovum) disebut dengan fertilisasi. Fertilisasi terbagi menjadi dua macam yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal (Campbell, dkk., 2004).
Organ penghasil gamet sperti testis dan ovarium, terbentuk melalui gametogenesis. Proses pembentukan gamet jantan (sperma) disebut spermatogenesis. Sedangkan pembentukan gamet betina (ovum) disebut oogenesis.Bentuk sel sperma pada prinsipnya dibedakan menjadi 4 bagian yaitu kepala, akrosom, bagian tengah (leher), dan ekor. Ovum juga terbagi menjadi 3 bagian yaitu inti sel, membran sel, dan zona pelucida. Masing-masing gamet dihasilkan oleh organ-organ reproduksi jantan dan betina.
Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis (proses pembentukan sel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulus seminiferus).
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah proses preparasi oosit dan morfologi dari oosit dan proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa ?
C. Tujuan Dan Manfaat
            Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui tentang proses preparasi oosit dan morfologi dari oosit, dan untuk mengetahui tentang proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini yaitu
dapat dijadikan sebagai informasi mengenai proses preparasi oosit dan morfologi oosit, dan proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Ovarium
Ovarium adalah organ reproduksi betina yang terletak di ruang abdomen seekor hewan.Ovarium dapat bekerja sebagai organ eksokrin (menghasilkan sel telur) dan endokrin (menghasilkan hormon) (Thomas, and Joanna, 2002) yang berfungsi untuk memproduksi hormon-hormon pada siklus reproduksi (Turner, and Bagnara, 1988).  Ovarium terdiri atas bagian medula yang mengandung jalinan vaskular luas di dalam jaringan ikat selular longgar dan bagian korteks merupakan tempat dijumpai folikel ovarium, yang mengandung oosit (Junqueira,et al., 1995).
Pada saat fetus, ovarium menghasilkan oogonia melalui pembelahan mitosis. Sekitar 1 (satu) juta oosit berkembang setelah fetus dilahirkan namun hanya beberapa ratus oosit yang akan diovulasikan. Umumnya oosit akan berkurang karena mengalami degenerasi dan atresia (Schatten, and Gheorghe, 2007).
Sel gamet pada betina dinamakan ovum.  Ovum mengandung deutoplasma atau yolk yaitu cadangan makanan yang terdiri dari butiran-butiran lemak, karbohidrat dan protein.  Ovum dilapisi tiga macam selaput pelindung yaitu selaput primer dihasilkan oleh ovum itu sendiri disebut membran vitteline, selaput sekunder pada mamalia disebut zona pellusida yang dihasilkan oleh oosit dan selsel folikel (Yatim, 1994) dan selaput tersier yang terbentuk setelah pembuahan dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar saluran kelamin betina.

B.     Oosit dan Morfologi Oosit
Oosit yang diperoleh dari folikel ovarium merupakan oosit yang belum matur, artinya belum mencapai tingkat maturasi sitoplasma yang siap dibuahi atau difertilisasi. Sehingga oosit perlu dimaturasi terlebih dahulu sebelum dilakukan fertilisasi in vitro (Putro, 1993). Oosit matur merupakan produk dari pembelahan meiosis pertama yaitu oosit sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di antara membran vitelina (membran plasma) dan zona pelusida di ruang perivitelin. Jumlah kromosom oosit berubah dari status diploid (2n) ke haploid (n). Pembelahan meiosis pertama sempurna sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi serta domba betina, dan segera setelah ovulasi pada kuda betina (Bearden dan Fuquay, 1997). Maturasi oosit dipengaruhi oleh maturasi nukleus dan kualitas fisiologis dari nukleus, sitoplasma, dan zona pelusida yang transparan (Tanaka, 2001).
Oosit mengalami mitosis, setelah terjadi fertilisasi. Sampai tahap 16 sel dapat dihitung di bawah mikroskop. Embrio diberi nama sesuai dengan jumlah sel, yaitu 1, 2, 4, dan 8 sel embrio. Embrio 16 sel disebut morula, karena masa sel menyerupai sebuah mulberry. Perkembangan selanjutnya, morula menjadi kompak dan bentuk rongga blastosis, dan embrio disebut blastosis embrio (Tanaka, 2001), pada masing-masing pembelahan sel menjadi lebih kecil (Bearden dan Fuquay, 1997).
C.    Testis dan Spermatozoa
Testis secara anatomi merupakan bagian pars genitalies masculina interna. Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan juga sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen yang berguna untuk mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder. Testis bersama tunica vaginalis propria terletak dalam cavum scroti, letak testis normal sebelah kiri lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelah kanan.
Stuktur anatomi testes jika dipotong dari margo anterior ke margo posterior maka akan terlihat tunica albuginea. Tunica albuginea ini memberi lanjutan-lanjutan ke dalam parenchim testis, yang disebut septula testis. Septula testis ini membagi testis menjadi beberapa lobus testis. Pada daerah dekat margo posterior yang tidak dicapai oleh septula testis, tersusun atas jaringan ikat fibrosa yang memadat yang disebut mediastinum testis. Parenkim testis yang terletak dalam lobulus testis terdiri atas tubulus seminiferus contortus, ini merupakan daerah yang nampak seperti benang-benang halus yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus yang mendekati mediastinum testis bergabung membentuk tubulus seminiferi recti.
Beberapa tubulus seminiferi recti memasuki mediastinum dan berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk anyaman yang disebut rete testis. Dari rete testis dibentuk saluran-saluran yang memasuki caput epididymis yang disebut ductus efferen testis.
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan,berasal dari gonosit yang menjadi spermatogonium,spermatosit primer dan sekunder dan selanjut nya berubah menjadi spermatid dan akhir nya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor ( hafez.2000)

D. Koleksi Spermatozoa
Spermatozoa epididimis diperoleh dari testis yang merupakan limbah rumah pemotongan hewan Kendari. Koleksi spermatozoa cauda epididimidis dilakukan dengan cara memotong bagian cauda dari epididimis, lalu disayat dengan menggunakan gunting steril sampai terlihat cairan kental berwarna putih (sperma) yang keluar dari cauda epididimidis tersebut dan teteskan pada cawan petri, lalu hisap dengan menggunakan pipet haemocytometer. Segera setelah itu lakukan penghitungan konsentrasi total (keadaan segar). Cauda epididimidis yang telah disayat kemudian dibilas-tekan dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis, selanjutnya larutan spermatozoa tersebut disimpan di dalam tabung reaksi, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan bagian yang mengendap merupakan spermatozoa yang akan dievaluasiKoleksi semen dilakukan dengan cara menyayat atau menusuk bagian cauda epididimis sedemikian rupa sehingga semen pada bagian cauda tersebut akan keluar.  Semen selanjutnya ditampung dan disimpan pada lemari es dengan suhu 3-5oC dan diamati setiap hari selama masa penyimpanan (4 hari). Evaluasi kualitas spermatozoa dilakukan secara makroskopis meliputi penilaian warna dan derajat keasaman semen dan secara mikroskopis meliputi penilaian konsentrasi, persentase motilitas, persentase hidup, persentase membrane plasma utuh, dan persentase sitoplasma droplet spermatozoa.
E. Morfologi Spermatozoa
Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor ( Hafez & Hafez, 2000 ). Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Tudung akrosom berasal dari apparatus golgi selama tahap awal spermiogenesis. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi. Barth dan Oko (1989) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece).
Kepala spermatozoa berbentuk bulat telur dengan panjang 5 mikron,diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama di bentuk oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat penurun ayah nya ( yanagimachi,1994)
Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah,bagian utama,dan bagian ujing. Panjang ekor seluruh nya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin keujung  makin kecil. Panjang bagian tengah 5-7 mikron,tebal 1 mikron. Bagian utama panjang 45 mikron,tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron,tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop elekton ( Yatim,1990).


BAB III
METODEOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 Juni 2015 pada pukul  07.30–10.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1, dan Tabel 2, dibawah ini.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Preparasi Oosit dan Spermatozoa
No.
         Alat
Kegunaan
1.
Mikroskop
Untuk alat yang membantu pengamatan.
2.
Cawan petri
Untuk media preparasi oosit.
3.
Pipet haemotocrit
Untuk memindahkan dan memisahkan oosit dengan cara dihisap.
4.
Mikropipet
Untuk memindahkanaquades ke cawan petri dan membuat drop air.
5.
Syringe
Untuk mengambil cairan.
6.
Termos
Untuk menyimpan organ reproduksi (sampel) dengan mempertahankan suhu yang sesuai.
7.
Pemanas air
Untuk memanaskan cairan sebagai media organ/sampel.
8.
Cutter
Untuk memotong organ reproduksi ternak.




Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Preparasi Oosit dan Spermatozoa.
No.
         Bahan
Kegunaan
1.
Cairan NaCl
Pembasmi cauda, cauda dicelupkan dalam NaCl untuk mengambil sperma.
2.
Ovarium
Sebagai bahan pengamatan.
3.
Testis
Sebagai bahan pengamatan.
4.
Alkohol
Untuk membersihkan cawan petri agar terlindung dari mikroba
5.
Cairan HCL
Sebagai media tempat organ reproduksi (sampel)

C. Metode Praktikum
            Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum Pengamatan Oosit dan Spermatozoa adalah sebagai berikut :
A. Preparasi Oosit
     -      Koleksi Ovaria
1. Menimbang streptomycin sulvate 0.5 dan penicillin G 0.05 mg.
2. Memanaskan NaCl fisiologis 0.9% hingga mencapai suhu 37-38oC.
3. Mencampur streptomycin sulvate dan penicillin G ke dalam NaCl fisiologis kemudian menempatkan dalam termos.
-      Koleksi Oosit
1. Aspirasi oosit dengan menngunakan syringe dan jarum 23 G yang berisi NaCl.
2. Menampung cairan yang diperoleh dari folikel dalam cawan petri.
3. Melakukan pencarian oosit.
-     Pengamatan
1. Mengamati oosit yang diperoleh dibawah mikroskop.
2. Menjelaskan morfologi oosit.
3. Menentukan grade oosit.
B. Preparasi Spermatozoa
-     Koleksi Testis
1. Menimbang streptomycin sulvate 0.5 mg dan penicillin G 0.5 mg.
2. Memanaskan NaCl fisiologis 0.9% hingga mencapai suhu 37-380C.
3. Mencampurkan streptomycin sulvate dan penicillin G ke dalam NaCl fisiologis kemudian menempatkan dalam termos.
-   Koleksi Spermatozoa
1. Memisahkan cauda dari corpus dan caput epididymis.
2. Membuat sayatan dengan silet atau cutter.
3. Cairan dari cauda epididymis diisap dengan pipet eritrosit.
-   Pengamatan
1. Uji mikroskopis berupa warna, bau, dan pH.
2..Uji mikroskopis berupa mortilitas massa, mortilitas individu dan konsentrasi.
3. Pencatatan hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan Preparasi Oosit

Ket.
1.
2.
3.
          Pembesaran 300 x






Hasil pengamatan preparasi oosit yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini
 






Gambar 3. Hasil Pengamatan Preparasi Oosit
Pengamatan Preparasi Spermatozoa

Ket.
1.
2.
3.

Pembesaran 400 x
Hasil pengamatan preparasi spermatozoa yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.





Gambar 4. Hasil Pengamatan Preparasi Spermatozoa
B. Pembahasan
A. Morfologi Oosit.
Klasifikasi terhadap morfologi oosit berdasarkan warna dan bentuk. Klasifikasi oosit menurut warna yaitu : warna terang untuk kriteria A (baik), warna agak gelap untuk kriteria B (cukup baik), warna gelap untuk kriteria C dan D. Klasifikasi oosit menurut bentuk yaitu : kriteria A dan B memiliki bentuk bulat, penampilan cumulus oocyte complex dan sel granulosa yang utuh, kriteria C dan D bentuknya tidak begitu jelas dan penampilan cumulus oocyte complex dan sel granulosa tidak teratur (Blondin, 1995).
Kualitas morfologi oosit dapat dievaluasi dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung adalah metode pengamatan kualitas oosit dengan melihat langsung obyek yang diamati. Metode tidak langsung memiliki manfaat untuk mengetahui kualitas oosit melalui jumlah folikel ovarium. Kualitas oosit dapat menentukan kualitas produksi embrio baik secara in vivo maupun in vitro. Maka, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah folikel ovarium sapi terhadap kualitas morfologi oosit secara in vitro. 
Tekanan yang besar pada saat mengeluarkan cairan ovarium mempengaruhi kekompakan sel granulosa yang mengelilingi oosit juga mengurangi jumlah oosit yang terkoleksi (Hashimoto et al., 1999). Ketajaman silet juga merupakan salah satu pemicu terjadinya perubahan pada morfologi oosit, sebab apabila silet yang digunakan dalam hal ini tidak tajam, menyebabkan tekanan pada silet tersebut menjadi besar dan hasil irisan pun kurang maksimal dan menyebabkan kerusakan pada sel granulosa yang mengelilingi oosit atau merusak oosit tersebut (Vajta et al., 1996).
B. Morfologi Spermatozoa
Spermatozoa pada ternak mempunyai pola dasar yang sama, namun secara morfologi terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang menjadi karakteristik bentuk sperma pada masing-masing spesies. Morfologi spermatozoa berkepentingan dalam penentuan fertilitas (Barth dan Oko, 1989).
Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor ( Hafez & Hafez, 2000 ). Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Tudung akrosom berasal dari apparatus golgi selama tahap awal spermiogenesis. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi. Barth dan Oko (1989) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece). Bagian tengah spermatozoa adalah bagian yang again dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus yaitu suatu struktur yang membentuk batas antara bagian tengah dengan bagian utama. Bagian utama sperma merupakan bagian yang dimulai dari annulus sampai ke bagian ujung sedangkan bagian ujung ekor merupakan bagian akhir dari aksonema yang meruncing sempurna (Mortimer, 1997).
Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah,bagian utama,dan bagian ujing. Panjang ekor seluruh nya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin keujung  makin kecil. Panjang bagian tengah 5-7 mikron,tebal 1 mikron. Bagian utama panjang 45 mikron,tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron,tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop elekton ( Yatim,1990).

 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi pada hewan terjadi dalam dua jenis yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual. Reproduksi aseksual adalah penciptaan individu baru yang semua gennya berasal dari satu induk tanpa peeleburan telur dan sperma. Sedangkan reproduksi seksual adalah penciptaan keturunan melalui peleburan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot. Peleburan gamet (sperma dan ovum) disebut dengan fertilisasi. Fertilisasi terbagi menjadi dua macam yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal (Campbell, dkk., 2004).
Organ penghasil gamet sperti testis dan ovarium, terbentuk melalui gametogenesis. Proses pembentukan gamet jantan (sperma) disebut spermatogenesis. Sedangkan pembentukan gamet betina (ovum) disebut oogenesis.Bentuk sel sperma pada prinsipnya dibedakan menjadi 4 bagian yaitu kepala, akrosom, bagian tengah (leher), dan ekor. Ovum juga terbagi menjadi 3 bagian yaitu inti sel, membran sel, dan zona pelucida. Masing-masing gamet dihasilkan oleh organ-organ reproduksi jantan dan betina.
Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis (proses pembentukan sel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulus seminiferus).
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah proses preparasi oosit dan morfologi dari oosit dan proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa ?
C. Tujuan Dan Manfaat
            Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui tentang proses preparasi oosit dan morfologi dari oosit, dan untuk mengetahui tentang proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini yaitu
dapat dijadikan sebagai informasi mengenai proses preparasi oosit dan morfologi oosit, dan proses preparasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Ovarium
Ovarium adalah organ reproduksi betina yang terletak di ruang abdomen seekor hewan.Ovarium dapat bekerja sebagai organ eksokrin (menghasilkan sel telur) dan endokrin (menghasilkan hormon) (Thomas, and Joanna, 2002) yang berfungsi untuk memproduksi hormon-hormon pada siklus reproduksi (Turner, and Bagnara, 1988).  Ovarium terdiri atas bagian medula yang mengandung jalinan vaskular luas di dalam jaringan ikat selular longgar dan bagian korteks merupakan tempat dijumpai folikel ovarium, yang mengandung oosit (Junqueira,et al., 1995).
Pada saat fetus, ovarium menghasilkan oogonia melalui pembelahan mitosis. Sekitar 1 (satu) juta oosit berkembang setelah fetus dilahirkan namun hanya beberapa ratus oosit yang akan diovulasikan. Umumnya oosit akan berkurang karena mengalami degenerasi dan atresia (Schatten, and Gheorghe, 2007).
Sel gamet pada betina dinamakan ovum.  Ovum mengandung deutoplasma atau yolk yaitu cadangan makanan yang terdiri dari butiran-butiran lemak, karbohidrat dan protein.  Ovum dilapisi tiga macam selaput pelindung yaitu selaput primer dihasilkan oleh ovum itu sendiri disebut membran vitteline, selaput sekunder pada mamalia disebut zona pellusida yang dihasilkan oleh oosit dan selsel folikel (Yatim, 1994) dan selaput tersier yang terbentuk setelah pembuahan dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar saluran kelamin betina.

B.     Oosit dan Morfologi Oosit
Oosit yang diperoleh dari folikel ovarium merupakan oosit yang belum matur, artinya belum mencapai tingkat maturasi sitoplasma yang siap dibuahi atau difertilisasi. Sehingga oosit perlu dimaturasi terlebih dahulu sebelum dilakukan fertilisasi in vitro (Putro, 1993). Oosit matur merupakan produk dari pembelahan meiosis pertama yaitu oosit sekunder dan first polar body (PB I), yang terletak di antara membran vitelina (membran plasma) dan zona pelusida di ruang perivitelin. Jumlah kromosom oosit berubah dari status diploid (2n) ke haploid (n). Pembelahan meiosis pertama sempurna sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi serta domba betina, dan segera setelah ovulasi pada kuda betina (Bearden dan Fuquay, 1997). Maturasi oosit dipengaruhi oleh maturasi nukleus dan kualitas fisiologis dari nukleus, sitoplasma, dan zona pelusida yang transparan (Tanaka, 2001).
Oosit mengalami mitosis, setelah terjadi fertilisasi. Sampai tahap 16 sel dapat dihitung di bawah mikroskop. Embrio diberi nama sesuai dengan jumlah sel, yaitu 1, 2, 4, dan 8 sel embrio. Embrio 16 sel disebut morula, karena masa sel menyerupai sebuah mulberry. Perkembangan selanjutnya, morula menjadi kompak dan bentuk rongga blastosis, dan embrio disebut blastosis embrio (Tanaka, 2001), pada masing-masing pembelahan sel menjadi lebih kecil (Bearden dan Fuquay, 1997).
C.    Testis dan Spermatozoa
Testis secara anatomi merupakan bagian pars genitalies masculina interna. Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan juga sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen yang berguna untuk mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder. Testis bersama tunica vaginalis propria terletak dalam cavum scroti, letak testis normal sebelah kiri lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelah kanan.
Stuktur anatomi testes jika dipotong dari margo anterior ke margo posterior maka akan terlihat tunica albuginea. Tunica albuginea ini memberi lanjutan-lanjutan ke dalam parenchim testis, yang disebut septula testis. Septula testis ini membagi testis menjadi beberapa lobus testis. Pada daerah dekat margo posterior yang tidak dicapai oleh septula testis, tersusun atas jaringan ikat fibrosa yang memadat yang disebut mediastinum testis. Parenkim testis yang terletak dalam lobulus testis terdiri atas tubulus seminiferus contortus, ini merupakan daerah yang nampak seperti benang-benang halus yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus yang mendekati mediastinum testis bergabung membentuk tubulus seminiferi recti.
Beberapa tubulus seminiferi recti memasuki mediastinum dan berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk anyaman yang disebut rete testis. Dari rete testis dibentuk saluran-saluran yang memasuki caput epididymis yang disebut ductus efferen testis.
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan,berasal dari gonosit yang menjadi spermatogonium,spermatosit primer dan sekunder dan selanjut nya berubah menjadi spermatid dan akhir nya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor ( hafez.2000)

D. Koleksi Spermatozoa
Spermatozoa epididimis diperoleh dari testis yang merupakan limbah rumah pemotongan hewan Kendari. Koleksi spermatozoa cauda epididimidis dilakukan dengan cara memotong bagian cauda dari epididimis, lalu disayat dengan menggunakan gunting steril sampai terlihat cairan kental berwarna putih (sperma) yang keluar dari cauda epididimidis tersebut dan teteskan pada cawan petri, lalu hisap dengan menggunakan pipet haemocytometer. Segera setelah itu lakukan penghitungan konsentrasi total (keadaan segar). Cauda epididimidis yang telah disayat kemudian dibilas-tekan dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis, selanjutnya larutan spermatozoa tersebut disimpan di dalam tabung reaksi, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan bagian yang mengendap merupakan spermatozoa yang akan dievaluasiKoleksi semen dilakukan dengan cara menyayat atau menusuk bagian cauda epididimis sedemikian rupa sehingga semen pada bagian cauda tersebut akan keluar.  Semen selanjutnya ditampung dan disimpan pada lemari es dengan suhu 3-5oC dan diamati setiap hari selama masa penyimpanan (4 hari). Evaluasi kualitas spermatozoa dilakukan secara makroskopis meliputi penilaian warna dan derajat keasaman semen dan secara mikroskopis meliputi penilaian konsentrasi, persentase motilitas, persentase hidup, persentase membrane plasma utuh, dan persentase sitoplasma droplet spermatozoa.
E. Morfologi Spermatozoa
Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor ( Hafez & Hafez, 2000 ). Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Tudung akrosom berasal dari apparatus golgi selama tahap awal spermiogenesis. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi. Barth dan Oko (1989) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece).
Kepala spermatozoa berbentuk bulat telur dengan panjang 5 mikron,diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama di bentuk oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat penurun ayah nya ( yanagimachi,1994)
Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah,bagian utama,dan bagian ujing. Panjang ekor seluruh nya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin keujung  makin kecil. Panjang bagian tengah 5-7 mikron,tebal 1 mikron. Bagian utama panjang 45 mikron,tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron,tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop elekton ( Yatim,1990).


BAB III
METODEOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 Juni 2015 pada pukul  07.30–10.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1, dan Tabel 2, dibawah ini.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Preparasi Oosit dan Spermatozoa
No.
         Alat
Kegunaan
1.
Mikroskop
Untuk alat yang membantu pengamatan.
2.
Cawan petri
Untuk media preparasi oosit.
3.
Pipet haemotocrit
Untuk memindahkan dan memisahkan oosit dengan cara dihisap.
4.
Mikropipet
Untuk memindahkanaquades ke cawan petri dan membuat drop air.
5.
Syringe
Untuk mengambil cairan.
6.
Termos
Untuk menyimpan organ reproduksi (sampel) dengan mempertahankan suhu yang sesuai.
7.
Pemanas air
Untuk memanaskan cairan sebagai media organ/sampel.
8.
Cutter
Untuk memotong organ reproduksi ternak.




Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Preparasi Oosit dan Spermatozoa.
No.
         Bahan
Kegunaan
1.
Cairan NaCl
Pembasmi cauda, cauda dicelupkan dalam NaCl untuk mengambil sperma.
2.
Ovarium
Sebagai bahan pengamatan.
3.
Testis
Sebagai bahan pengamatan.
4.
Alkohol
Untuk membersihkan cawan petri agar terlindung dari mikroba
5.
Cairan HCL
Sebagai media tempat organ reproduksi (sampel)

C. Metode Praktikum
            Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum Pengamatan Oosit dan Spermatozoa adalah sebagai berikut :
A. Preparasi Oosit
     -      Koleksi Ovaria
1. Menimbang streptomycin sulvate 0.5 dan penicillin G 0.05 mg.
2. Memanaskan NaCl fisiologis 0.9% hingga mencapai suhu 37-38oC.
3. Mencampur streptomycin sulvate dan penicillin G ke dalam NaCl fisiologis kemudian menempatkan dalam termos.
-      Koleksi Oosit
1. Aspirasi oosit dengan menngunakan syringe dan jarum 23 G yang berisi NaCl.
2. Menampung cairan yang diperoleh dari folikel dalam cawan petri.
3. Melakukan pencarian oosit.
-     Pengamatan
1. Mengamati oosit yang diperoleh dibawah mikroskop.
2. Menjelaskan morfologi oosit.
3. Menentukan grade oosit.
B. Preparasi Spermatozoa
-     Koleksi Testis
1. Menimbang streptomycin sulvate 0.5 mg dan penicillin G 0.5 mg.
2. Memanaskan NaCl fisiologis 0.9% hingga mencapai suhu 37-380C.
3. Mencampurkan streptomycin sulvate dan penicillin G ke dalam NaCl fisiologis kemudian menempatkan dalam termos.
-   Koleksi Spermatozoa
1. Memisahkan cauda dari corpus dan caput epididymis.
2. Membuat sayatan dengan silet atau cutter.
3. Cairan dari cauda epididymis diisap dengan pipet eritrosit.
-   Pengamatan
1. Uji mikroskopis berupa warna, bau, dan pH.
2..Uji mikroskopis berupa mortilitas massa, mortilitas individu dan konsentrasi.
3. Pencatatan hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan Preparasi Oosit

Ket.
1.
2.
3.
          Pembesaran 300 x






Hasil pengamatan preparasi oosit yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini
 





Gambar 3. Hasil Pengamatan Preparasi Oosit
Pengamatan Preparasi Spermatozoa

Ket.
1.
2.
3.

Pembesaran 400 x
Hasil pengamatan preparasi spermatozoa yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.





Gambar 4. Hasil Pengamatan Preparasi Spermatozoa
B. Pembahasan
A. Morfologi Oosit.
Klasifikasi terhadap morfologi oosit berdasarkan warna dan bentuk. Klasifikasi oosit menurut warna yaitu : warna terang untuk kriteria A (baik), warna agak gelap untuk kriteria B (cukup baik), warna gelap untuk kriteria C dan D. Klasifikasi oosit menurut bentuk yaitu : kriteria A dan B memiliki bentuk bulat, penampilan cumulus oocyte complex dan sel granulosa yang utuh, kriteria C dan D bentuknya tidak begitu jelas dan penampilan cumulus oocyte complex dan sel granulosa tidak teratur (Blondin, 1995).
Kualitas morfologi oosit dapat dievaluasi dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung adalah metode pengamatan kualitas oosit dengan melihat langsung obyek yang diamati. Metode tidak langsung memiliki manfaat untuk mengetahui kualitas oosit melalui jumlah folikel ovarium. Kualitas oosit dapat menentukan kualitas produksi embrio baik secara in vivo maupun in vitro. Maka, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah folikel ovarium sapi terhadap kualitas morfologi oosit secara in vitro. 
Tekanan yang besar pada saat mengeluarkan cairan ovarium mempengaruhi kekompakan sel granulosa yang mengelilingi oosit juga mengurangi jumlah oosit yang terkoleksi (Hashimoto et al., 1999). Ketajaman silet juga merupakan salah satu pemicu terjadinya perubahan pada morfologi oosit, sebab apabila silet yang digunakan dalam hal ini tidak tajam, menyebabkan tekanan pada silet tersebut menjadi besar dan hasil irisan pun kurang maksimal dan menyebabkan kerusakan pada sel granulosa yang mengelilingi oosit atau merusak oosit tersebut (Vajta et al., 1996).
B. Morfologi Spermatozoa
Spermatozoa pada ternak mempunyai pola dasar yang sama, namun secara morfologi terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang menjadi karakteristik bentuk sperma pada masing-masing spesies. Morfologi spermatozoa berkepentingan dalam penentuan fertilitas (Barth dan Oko, 1989).

Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor ( Hafez & Hafez, 2000 ). Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Tudung akrosom berasal dari apparatus golgi selama tahap awal spermiogenesis. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi. Barth dan Oko (1989) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece). Bagian tengah spermatozoa adalah bagian yang again dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus yaitu suatu struktur yang membentuk batas antara bagian tengah dengan bagian utama. Bagian utama sperma merupakan bagian yang dimulai dari annulus sampai ke bagian ujung sedangkan bagian ujung ekor merupakan bagian akhir dari aksonema yang meruncing sempurna (Mortimer, 1997).

Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah,bagian utama,dan bagian ujing. Panjang ekor seluruh nya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin keujung  makin kecil. Panjang bagian tengah 5-7 mikron,tebal 1 mikron. Bagian utama panjang 45 mikron,tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron,tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop elekton ( Yatim,1990).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar