Rabu, 10 Juni 2015

LAPORAN PRAKTIKUM PEMULIAAN TERNAK ( FERTILITAS TELUR PUYUH)

LAPORAN PRAKTIKUM
 ILMU PEMULIAAN TERNAK
(“Fertilitas, Daya tetas, dan Bobot tetas Telur Burung Puyuh”)


 OLEH

NAMA            : GORISMAN MATUALESI
NIM                 : L1A1 13 009
KELAS           : A
KELOMPOK : I ( Satu )
ASISTEN  P. : MELLY PRATIWI SETYAWATI

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015I.    PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
      Burung puyuh adalah ternak yang relatif cepat menghasilkan telur yaitu pada umur 6 minggu dan mampu berproduksi sebanyak 200-300 butir telur dalam setahun. Burung puyuh sudah sejak lama dikenal sebagai hewan percobaan yang efisien karena biaya pemeliharaannya relatif murah. Penampilan (fenotipe) ternak termasuk burung puyuh disamping ditentukan oleh genotipenya,juga banyak ditentukan oleh faktor lingkungan dimana ternak itu dipelihara. Wilayah Indonesia memiliki beragam suhu lingkungan terutama suhu sejuk dan panas, karena itu dalam penelitian ini dipilih dua suhu ruangan (18 dan 35°C) yang dianggap dapat mewakili sebagian besar suhu lingkungan di Indonesia. Dalam kegiatan ini diteliti pengaruh seleksi untuk bobot hidup tinggi pada umur 4 minggu, yang menghasilkan galur P, terhadap fenotipe reproduksi puyuh Jepang pada suhu ruangan berbeda. Hasil-hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang diperlukan terutama oleh peternak burung puyuh.
            Telur burung puyuh memiliki ukuran yang lebih kecil daripada telur ayam, namun telur burung puyuh memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas nan mampu mengkonsumsi beraneka jenis makanan. Hal inilah yang kemudian mampu merangsang perkembangan dari burung puyuh tersebut yang juga berimbas kepada kualitas dari telur burung puyuh itu sendiri.
Fertilitas telur adalah kemampuan untuk melahirkan seekor puyuh dari telur. Hal ini terutama untuk menentukan jumlah telur yang fertile untuk terus ditetaskan sedangkan yang tidak fertile atau tidak bertunas harus disingkirkan karena tidak berguna dalam proses penetasan dan bahkan cuma buang – buang tenaga dan tempat saja. Padahal tempat yang ada dapat dimanfaatkan untuk telur – telur fertile yang lain atau yang baru akan ditetaskan. Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-masing berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).

1.2. Tujuan dan  Manfaat
Tujuan dilaksanakannya praktikum fertilitas,daya tetas dan bobot tetas telur puyuh adalah untuk mengetahui fertilitas, daya tetas dan bobot tetas telur Puyuh.
 Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan praktikum fertilitas,daya tetas dan bobot tetas, Telur Puyuh adalah dapat mengetahui fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur Puyuh.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Burung Puyuh
Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat.Secara ilmiah puyuh dikenal dengan nama Coturnix-coturnix japonica. Burung puyuh tipe liar memiliki bulu dengan warna dominan coklat cinnamon dan gelap. Akan tetapi, puyuh betina dewasa memiliki bulu dengan warna yang pucat dengan bintik bintik gelap. Berbeda dengan puyuh betina, puyuh jantan dewasa memiliki warna bulu yang gelap dan seragam pada bagian dada dan pipi (Vali, 2008).
Puyuh merupakan ternak berdarah panas. Woodardet al. (1973) menyatakan bahwa rataan suhu tubuh puyuh betina dewasa adalah antara41,8-42,4oC. Suhu lingkungan yang optimal untuk puyuh fully feathered adalah 24oC dan untuk anak puyuh (day old quail) adalah 35oC. Kelembapan lingkungan yang optimal untuk puyuh adalah antara 30%-80%.
2.2.   Fertilitas
Berpengaruhnya imbangan jantan dan betina terhadap fertilitas karena semakin sempit imbangan jantan dan betina berarti kesempatan terjadi perkawinan semakin besar, sehingga angka fertilitas semakin tinggi dan sebaliknya. Nilai fertilitas tertinggi sebesar 88,67±2,83% pada imbangan 1:2. kemudian menurun secara berurutan pada imbangan 1:3, 1:4, dan 1:5 dengan nilai fertilitas terendah 72±3,77%.Penurunan nilai fertilitas yang signifikan diduga disebabkan turunnya frekuensi perkawinan akibat semakin banyak jumlah betina. Puyuh jantan tidak mampu mengawini seluruh puyuh betina, sehingga perkawinan kurang efektif.
Listyowati dan Roospitasari (2009) menyatakan bila betina terlalu banyak maka dikhawatirkan banyak telur yang kosong (infertil), karena induk jantan tidak dapat mengawini seluruh induk betina.Selain itu, populasi yang terlalu banyak, tingkat stress dan daya kompetisi semakin tinggi (Anonimous, 2008). Hasil penelitian Woodard (1973) juga menunjukkan bahwa pada imbangan 1:5 mencapai fertilitas 64,95% dan 1:6 mencapai fertilitas 47,1%. Fertilitas dipengaruhi banyak faktor, imbangan jantan-betina adalah faktor yang sangatpenting karena berhubungan langsung dengan proses perkawinan. Listyowati dan Roospitasari (2009) mengemukakan bahwa dalam pembibitan puyuh sebaiknya menggunakan perbandingan satu jantan dan 2-4 ekor betina.Dengan perbandingan tersebut, fertilitas telur yang dihasilkan sekitar 85%. Kaharuddin dan Kususiyah (2006) menambahkan bahwa fertilitas burung puyuh di Jawa mencapai 68-78% dengan imbangan jantan-betina 1:4. Imbangan jantan-betina yang masih dapat dikategorikan baik adalah hingga imbangan 1:4, karena pada imbangan 1:5 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan imbangan 1:2.
Fertilitas adalah persentase telur fertil dari sejumlah telur yang digunakan dalam satuan persentase (Suprijatna, dkk., 2005).

2.3. Daya tetas
Terhadap daya tetas dan kematian embrio, imbangan jantan- betina tidak memberikan pengaruh terhadap daya tetas dan kematian embrio. Hal ini disebabkan karena daya tetas dan kematian embrio lebih dipengaruhi faktor lain misalnya penyimpanan telur dan proses penetasan. Menurut Murtidjo (1988), beberapa faktor yang mempengaruhi daya tetas diantarnya adalah cara penyimpanan telur, lama penyimpanan telur, tempat penyimpanan telur, suhu lingkungan, kerabang telur, serta teknis pada saat penetasan. Nilai daya tetas dalam penelitian adalah 79,78-85,79%. Daya tetas tersebut menunjukkan bahwa penetasan tergolong baik, karena menurut Kaharuddin dan Kususiyah (2006) daya 53 tetas dengan imbangan 1:4 mampu mencapai 60-70%. Data daya tetas dan kematian embrio secara numerik menunjukkan angka daya tetas yang semakin meningkat dan angka kematian embrio yang semakin menurun seiring bertambahnya angka fertilitas.Hal ini menunjukkan bahwa daya tetas dan kematian embrio dipengaruhi oleh fertilitas.Artinya bahwa angka daya tetas dan kematian embrio saling terkait dengan angka fertilitas.Rasyaf (1983) menyatakan bahwa pada dasarnya angka daya tetas sangat terkait erat dengan fertilitas. Jika fertilitas tinggi maka daya tetas juga akan tinggi dan sebaliknya.
Manurut Fadilah dan Polana (2007), faktor-faktor yangmempengaruhi daya tetas dan kematian embrio selain fertilitas yaitu genetik, nutrisi, penyakit dan seleksi telur.Kematian embrio juga dapat disebabkan akibat malposition yang disebabkan oleh pemutaran telur yang salah saat penetasan.Embrio yang berkembang dengan letak kepala di bagian runcing mengakibatkan kesulitan saat menetas untuk memecah rongga udara, saat pernafasan dengan jantung dimulai yang berakibat kematian saat ayam menetas (Suprijatna dkk, 2005).
Daya tetas diartikan sebagai persentase telur yang menetas dari telur yang fertil. (Suprijatna, dkk., 2005).

2.4. Bobot tetas
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur dengan mesin tetas adalah bobot telur tetas, karena bobot telur tidak hanya berpengaruh terhadap daya tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap bobot tetas.Bobot telur tetas yang baik untuk burung puyuh berkisar antara 9-10 gram. Butcher, Gary and Richard (2004) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.Gillespie (1992), menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat pada anak yang berumur 35 hari.
Elvira, dkk. (1994), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan, program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih telur dan kuning telurnya.Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih telur dan kuning telur juga semakin besar, dimana putih telur dan kuning telur tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur. Satu butir telur rata-rata mengandung 60% putih telur, 30% kuning telur, dan 10% kerabang. Telur terdiri dari empat komponen dasar yaitu putih telur, kuning telur, kerabang telur dan selaput kerabang telur.
North (1994), menyatakan bahwa penyerapan suhu telur dengan bentuk lancip lebih baik pada waktu penetasan bila banyak bila dibandingkan dengan telur dengan bobot ringan. Telur bentuk lancip dapat menyerap panas dengan baik yang berdampak pada proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobotnya tinggi. North (1994), menyatakan bahwa penyerapan suhu pada telur dengan bentuk lancip lebih baik bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul maupun bulat, hal ini menyebabkan proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.
Bobot tetas adalah bobot telur yang hilang selama penetasan berlangsung sampai telur menetas (Tullet dan Burton, 1982).
Bobot  Tetas= Bobot awal (umur 4 hari) – bobot akhirumur 18 hari) x 100%
Bobot awal





III.             METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur Puyuh ini dilaksanakan di Kandang Unggas Fakultas Peternakan UHO Kendari, 18-22 Mei 2015.

3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Praktikum
Alat dan kegunaan yang di gunakan pada praktikum pengamatan pada praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhdisajikan padaTabel 1.
Tabel 1.Alat dan Kegunaan Praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur Puyuh.
No.
         Alat
Kegunaan
1.
Senter
Sebagai sumber cahaya untuk membantu melihat fertilitas telur.
2.
Timbangan
Untuk menimbang berat telur
2.
Alat tulis
Untuk menulis hasil pengamatan

3.2.2. Bahan Praktikum
Bahan dan kegunaan yang di gunakan pada praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhdisajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.Bahan dan Kegunaan Praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur Puyuh.
No.
            Bahan
              Kegunaan
1.
Telur Puyuh
Sebagai bahan pengamatan





3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum Fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhadalah sebagai berikut:
1.      Pada tahap pertama yaitu mempersiapkan alat dan bahan praktikum dengan lengkap.
2.      Melakukan pengamatan terhadap fertilitas telur dengan bantuan cahaya dengan menggunakan senter HP.
3.      Telur yang fertil ditandai dengan adanya pembuluh darah yang berwarna merah, sedangkan telur yang tidak fertil tidak terdapat pembuluh darah.
4.      Menghitung persentase fertilitas telur puyuhdengan menggunakan rumus :
Fertilitas = Jumlah telur fertil x 100%
            Jumlah telur yang ditetaskan
5.      Menghitung bobot tetas telur puyuhdengan menggunakan rumus :
Bobot Tetas = Bobot awal– bobot akhirx 100%
                                                Bobot awal

6.      Menghitung data tetas  telur puyuhdengan menggunakan rumus:
Daya Tetas = Jumlah telur yang menetas x 100%
            Jumlah telur yang fertile
7.   Menulis hasil pengamatan praktikum.
8.   Membuat laporan praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur
puyuh.










IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Fertilitas Telur Puyuh
Hasil pengamatan fertilitas telur puyuh disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.Fertilitas Telur Puyuh.
Telur Tetas
(n)
Telur fertil
(n)
Persentase
(%)
98
64
65.31


            Berdasarkan Tabel 3, di atas di peroleh hasil Fertilitas Telur puyuh yang tetas berjumlah 98, telur yang fertil berjumlah 64 dengan persentase 65.31%. Listyowati dan Roospitasari (2009) menyatakan bila betina terlalu banyak maka dikhawatirkan banyak telur yang kosong (infertil), karena induk jantan tidak dapat mengawini seluruh induk betina.Selain itu, populasi yang terlalu banyak, tingkat stress dan daya kompetisi semakin tinggi (Anonimous, 2008). Hasil penelitian Woodard (1973) juga menunjukkan bahwa pada imbangan 1:5 mencapai fertilitas 64,95% dan 1:6 mencapai fertilitas 47,1%. Fertilitas dipengaruhi banyak faktor, imbangan jantan-betina adalah faktor yang sangatpenting karena berhubungan langsung dengan proses perkawinan.

4.2. Daya Tetas Telur Puyuh
Hasil pengamatandaya tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Daya Tetas Telur Puyuh.
Telur Fertil
(n)
Telur Menetas
(n)
Persentase
(%)
64
46
71.84

            Berdasarkan Tabel 4, hasil di atas di peroleh hasil Daya Tetas Telur puyuh yang fertil berjumlah 64, telur yang menetas 46, dengan persentase 71.84%. Menurut Murtidjo (1988). Beberapa faktor yang mempengaruhi daya tetas diantarnya adalah cara penyimpanan telur, lama penyimpanan telur, tempat penyimpanan telur, suhu lingkungan, kerabang telur, serta teknis pada saat penetasan. Nilai daya tetas dalam penelitian adalah 79,78-85,79%. Daya tetas tersebut menunjukkan bahwa penetasan tergolong baik, karena menurut Kaharuddin dan Kususiyah (2006) daya 53 tetas dengan imbangan 1:4 mampu mencapai 60-70%. Data daya tetas dan kematian embrio secara numerik menunjukkan angka daya tetas yang semakin meningkat dan angka kematian embrio yang semakin menurun seiring bertambahnya angka fertilitas.
4.3. Bobot Tetas Telur Puyuh
Hasil pengamatan bobot tetas  telur puyuh disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot Tetas Telur Puyuh.
Telur Menetas

Bobot Telur
(g)
Bobot Tetas
(g)
Persentase
(%)
46
9.3
7.37
20.75 ± 5.69

Berdasarkan Tabel 5, di atas di peroleh hasil Bobot Telur puyuh yang menetas berjumlah 46,dengan bobot awal telur berjumlah 9.3 g, bobot telur akhir yaitu 7.37 g, dengan bobot tetas yaitu  20.75±5.42. Butcher, Gary and Richard (2004) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.Gillespie (1992), menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat pada anak yang berumur 35 hari.
Elvira, dkk. (1994), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan, program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih telur dan kuning telurnya.Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih telur dan kuning telur juga semakin besar, dimana putih telur dan kuning telur tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan          
Adapun kesimpulan dari praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuh pada hasil pengamatan fertilitas telur puyuh menunjukkan bahwa fertilitas telur puyuhyang ditetaskan sangat rendah, yaitu 65.31% dan Hasil pengamatan daya tetas telur puyuh menunjukkan bahwa daya tetas telur puyuh adalah 71.84% dan hasil pengamatan bobot tetas telur puyuh menunjukkan bahwa bobot tetas telur puyuh sebesar 20.75±5.42
B. Saran.
Adapun saran saya selama pelaksanaan praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan Daya Tetas Telur Puyuh ini yaitu sebelum memulai praktikum sebaiknya asisten terlebih dahulu datang tepat waktu agar praktikan tidak menunggu lama,dan praktikum berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu berjalan lancar.
















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. (Si Kecil  yang Penuh Potensi). Agro Media Pustaka. Jakarta.
Anonymous. 2008. Strategi Pengendalian Gumboro. Majalah Poultry Indonesia. Jakarta.
Butcher, Gary D and RD. Miles. 2004. Egg Specific Gravity – Designing a Monitoring Program. University of Florida.
Elvira S., Soewarno T. Soelcarto dan SS. Mansjoer. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu Dan Fungsional Telur Puyuh Dan Telur Ayam Ras. Hasil penelitian. Bul. T& dan 1ndwb.l P m , Vd. V no. 3. Tir. 1994
Gillespie, R. J., 1992. Modern Livestock and Poultry Production.Fourth Edition.Jond Willey & Sons.Inc. New York.
Kaharudin, D. 1989. Pengaruh bobot telur tetas terhadap boot tetas, daya tetas, pertambahan berat badan dan angka kematian sampai umur 4 minggu pada telur. Laporan penelitian. Universitas Bengkulu.
Listiyowati, E and Roospitasari, K. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya.Jakarta.
Murtidjo, B.A. 1988. Mengelola Itik. Cetakan ke-17.Kanisius.Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1983. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius.Yogyakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Woodard. 1973. Japanesee Quail Husbandry in The Laboratory. Departement of Avian Science.University of California.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar