LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
(“Fertilitas,
Daya tetas, dan Bobot tetas Telur Burung Puyuh”)
OLEH
NAMA
: GORISMAN MATUALESI
NIM : L1A1 13 009
KELAS : A
KELOMPOK : I ( Satu )
ASISTEN P. : MELLY
PRATIWI SETYAWATI
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Burung puyuh
adalah ternak yang relatif cepat menghasilkan telur yaitu pada umur 6 minggu
dan mampu berproduksi sebanyak 200-300 butir telur dalam setahun. Burung puyuh
sudah sejak lama dikenal sebagai hewan percobaan yang efisien karena biaya
pemeliharaannya relatif murah. Penampilan (fenotipe) ternak termasuk burung
puyuh disamping ditentukan oleh genotipenya,juga banyak ditentukan oleh faktor
lingkungan dimana ternak itu dipelihara. Wilayah Indonesia memiliki beragam suhu
lingkungan terutama suhu sejuk dan panas, karena itu dalam penelitian ini
dipilih dua suhu ruangan (18 dan 35°C) yang dianggap dapat mewakili sebagian
besar suhu lingkungan di Indonesia. Dalam kegiatan ini diteliti pengaruh
seleksi untuk bobot hidup tinggi pada umur 4 minggu, yang menghasilkan galur P,
terhadap fenotipe reproduksi puyuh Jepang pada suhu ruangan berbeda.
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang diperlukan
terutama oleh peternak burung puyuh.
Telur burung
puyuh memiliki ukuran yang lebih kecil daripada
telur ayam, namun telur burung puyuh memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan burung puyuh
merupakan salah satu jenis unggas nan mampu mengkonsumsi beraneka jenis
makanan. Hal inilah yang kemudian mampu
merangsang perkembangan dari burung puyuh tersebut yang juga berimbas kepada kualitas dari telur burung
puyuh itu sendiri.
Fertilitas
telur adalah kemampuan untuk melahirkan seekor puyuh dari telur. Hal ini
terutama untuk menentukan jumlah telur yang fertile untuk terus ditetaskan
sedangkan yang tidak fertile atau tidak bertunas harus disingkirkan karena
tidak berguna dalam proses penetasan dan bahkan cuma buang – buang tenaga dan
tempat saja. Padahal tempat yang ada dapat dimanfaatkan untuk telur – telur
fertile yang lain atau yang baru akan ditetaskan. Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya
yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai
struktur tertentu dan dan masing-masing berperan penting untuk perkembangan
embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas telur sangat tergantung pada
keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilaksanakannya praktikum fertilitas,daya tetas dan bobot tetas telur puyuh adalah
untuk mengetahui fertilitas,
daya tetas dan bobot tetas telur Puyuh.
Manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan praktikum
fertilitas,daya tetas dan bobot tetas, Telur Puyuh adalah dapat mengetahui fertilitas,
bobot tetas, dan daya tetas telur Puyuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Burung Puyuh
Puyuh merupakan
salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung
ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat.Secara ilmiah puyuh
dikenal dengan nama Coturnix-coturnix japonica. Burung puyuh tipe liar
memiliki bulu dengan warna dominan coklat cinnamon dan gelap. Akan tetapi,
puyuh betina dewasa memiliki bulu dengan warna yang pucat dengan bintik bintik
gelap. Berbeda dengan puyuh betina, puyuh jantan dewasa memiliki warna bulu
yang gelap dan seragam pada bagian dada dan pipi (Vali, 2008).
Puyuh merupakan
ternak berdarah panas. Woodardet al. (1973) menyatakan bahwa rataan suhu
tubuh puyuh betina dewasa adalah antara41,8-42,4oC. Suhu lingkungan
yang optimal untuk puyuh fully feathered adalah 24oC dan
untuk anak puyuh (day old quail) adalah 35oC. Kelembapan lingkungan
yang optimal untuk puyuh adalah antara 30%-80%.
2.2.
Fertilitas
Berpengaruhnya imbangan
jantan dan betina terhadap fertilitas karena semakin sempit imbangan jantan dan
betina berarti kesempatan terjadi perkawinan semakin besar, sehingga angka
fertilitas semakin tinggi dan sebaliknya. Nilai fertilitas tertinggi sebesar
88,67±2,83% pada imbangan 1:2. kemudian menurun secara berurutan pada imbangan
1:3, 1:4, dan 1:5 dengan nilai fertilitas terendah 72±3,77%.Penurunan nilai
fertilitas yang signifikan diduga disebabkan turunnya frekuensi perkawinan
akibat semakin banyak jumlah betina. Puyuh jantan tidak mampu mengawini seluruh
puyuh betina, sehingga perkawinan kurang efektif.
Listyowati
dan Roospitasari (2009) menyatakan bila betina terlalu banyak maka
dikhawatirkan banyak telur yang kosong (infertil), karena induk jantan tidak
dapat mengawini seluruh induk betina.Selain itu, populasi yang terlalu banyak,
tingkat stress dan daya kompetisi semakin tinggi (Anonimous, 2008). Hasil
penelitian Woodard (1973) juga menunjukkan bahwa pada imbangan 1:5 mencapai
fertilitas 64,95% dan 1:6 mencapai fertilitas 47,1%. Fertilitas dipengaruhi
banyak faktor, imbangan jantan-betina adalah faktor yang sangatpenting karena
berhubungan langsung dengan proses perkawinan. Listyowati dan Roospitasari
(2009) mengemukakan bahwa dalam pembibitan puyuh sebaiknya menggunakan
perbandingan satu jantan dan 2-4 ekor betina.Dengan perbandingan tersebut,
fertilitas telur yang dihasilkan sekitar 85%. Kaharuddin dan Kususiyah (2006)
menambahkan bahwa fertilitas burung puyuh di Jawa mencapai 68-78% dengan
imbangan jantan-betina 1:4. Imbangan jantan-betina yang masih dapat
dikategorikan baik adalah hingga imbangan 1:4, karena pada imbangan 1:5
mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan imbangan 1:2.
Fertilitas adalah persentase telur
fertil dari sejumlah telur yang digunakan dalam satuan persentase
(Suprijatna, dkk., 2005).
2.3. Daya tetas
Terhadap daya tetas dan
kematian embrio, imbangan jantan- betina tidak memberikan pengaruh terhadap
daya tetas dan kematian embrio. Hal ini disebabkan karena daya tetas dan
kematian embrio lebih dipengaruhi faktor lain misalnya penyimpanan telur dan
proses penetasan. Menurut Murtidjo (1988), beberapa faktor yang mempengaruhi
daya tetas diantarnya adalah cara penyimpanan telur, lama penyimpanan telur,
tempat penyimpanan telur, suhu lingkungan, kerabang telur, serta teknis pada
saat penetasan. Nilai daya tetas dalam penelitian adalah 79,78-85,79%. Daya
tetas tersebut menunjukkan bahwa penetasan tergolong baik, karena menurut
Kaharuddin dan Kususiyah (2006) daya 53 tetas dengan imbangan 1:4 mampu
mencapai 60-70%. Data daya tetas dan kematian embrio secara numerik menunjukkan
angka daya tetas yang semakin meningkat dan angka kematian embrio yang semakin
menurun seiring bertambahnya angka fertilitas.Hal ini menunjukkan bahwa daya
tetas dan kematian embrio dipengaruhi oleh fertilitas.Artinya bahwa angka daya
tetas dan kematian embrio saling terkait dengan angka fertilitas.Rasyaf (1983)
menyatakan bahwa pada dasarnya angka daya tetas sangat terkait erat dengan
fertilitas. Jika fertilitas tinggi maka daya tetas juga akan tinggi dan
sebaliknya.
Manurut
Fadilah dan Polana (2007), faktor-faktor yangmempengaruhi daya tetas dan
kematian embrio selain fertilitas yaitu genetik, nutrisi, penyakit dan seleksi
telur.Kematian embrio juga dapat disebabkan akibat malposition yang disebabkan
oleh pemutaran telur yang salah saat penetasan.Embrio yang berkembang dengan
letak kepala di bagian runcing mengakibatkan kesulitan saat menetas untuk
memecah rongga udara, saat pernafasan dengan jantung dimulai yang berakibat
kematian saat ayam menetas (Suprijatna dkk, 2005).
Daya tetas diartikan sebagai persentase
telur yang menetas dari telur yang fertil. (Suprijatna, dkk., 2005).
2.4. Bobot tetas
Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur dengan mesin tetas adalah
bobot telur tetas, karena bobot telur tidak hanya berpengaruh terhadap daya
tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap bobot tetas.Bobot telur
tetas yang baik untuk burung puyuh berkisar antara 9-10 gram. Butcher, Gary and
Richard (2004) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur
juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan
menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.Gillespie (1992),
menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam
yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat pada anak yang berumur 35
hari.
Elvira,
dkk. (1994), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur
antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan,
program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi
bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih
telur dan kuning telurnya.Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih telur
dan kuning telur juga semakin besar, dimana putih telur dan kuning telur
tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur. Satu butir telur
rata-rata mengandung 60% putih telur, 30% kuning telur, dan 10% kerabang. Telur
terdiri dari empat komponen dasar yaitu putih telur, kuning telur, kerabang
telur dan selaput kerabang telur.
North
(1994), menyatakan bahwa penyerapan suhu telur dengan bentuk lancip lebih baik
pada waktu penetasan bila banyak bila dibandingkan dengan telur dengan bobot
ringan. Telur bentuk lancip dapat menyerap panas dengan baik yang berdampak
pada proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga
bobotnya tinggi. North (1994), menyatakan bahwa penyerapan suhu pada telur
dengan bentuk lancip lebih baik bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul
maupun bulat, hal ini menyebabkan proses metabolisme embrio didalamnya dapat
berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.
Bobot tetas adalah
bobot telur yang hilang selama penetasan berlangsung sampai
telur menetas (Tullet dan Burton, 1982).
Bobot
awal
III.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur
Puyuh ini dilaksanakan di Kandang Unggas Fakultas Peternakan UHO Kendari, 18-22
Mei 2015.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Praktikum
Alat dan kegunaan yang di gunakan pada praktikum
pengamatan pada praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhdisajikan
padaTabel 1.
Tabel 1.Alat dan Kegunaan Praktikum Fertilitas,
Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur Puyuh.
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Senter
|
Sebagai
sumber cahaya untuk membantu melihat fertilitas telur.
|
2.
|
Timbangan
|
Untuk
menimbang berat telur
|
2.
|
Alat
tulis
|
Untuk
menulis hasil pengamatan
|
3.2.2. Bahan Praktikum
Bahan dan kegunaan yang
di gunakan pada praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhdisajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2.Bahan dan Kegunaan Praktikum Fertilitas,
Bobot Tetas, dan daya Tetas Telur Puyuh.
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Telur
Puyuh
|
Sebagai
bahan pengamatan
|
3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum Fertilitas,
bobot tetas, dan daya tetas telur puyuhadalah sebagai berikut:
1. Pada
tahap pertama yaitu mempersiapkan alat dan bahan praktikum dengan lengkap.
2. Melakukan
pengamatan terhadap fertilitas telur dengan bantuan cahaya dengan menggunakan
senter HP.
3. Telur
yang fertil ditandai dengan adanya pembuluh darah yang berwarna merah,
sedangkan telur yang tidak fertil tidak terdapat pembuluh darah.
4. Menghitung
persentase fertilitas telur puyuhdengan menggunakan rumus :
Fertilitas
= Jumlah telur fertil x 100%
Jumlah
telur yang ditetaskan
5. Menghitung
bobot tetas telur puyuhdengan menggunakan rumus :
Bobot Tetas = Bobot
awal– bobot akhirx 100%
Bobot awal
6. Menghitung
data tetas telur puyuhdengan menggunakan
rumus:
Daya
Tetas = Jumlah telur yang menetas x 100%
Jumlah
telur yang fertile
7. Menulis hasil pengamatan praktikum.
8. Membuat laporan praktikum fertilitas, bobot
tetas, dan daya tetas telur
puyuh.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Fertilitas Telur Puyuh
Hasil pengamatan fertilitas telur puyuh disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.Fertilitas Telur
Puyuh.
Telur Tetas
(n)
|
Telur fertil
(n)
|
Persentase
(%)
|
98
|
64
|
65.31
|
Berdasarkan Tabel 3, di atas di peroleh hasil Fertilitas Telur puyuh yang tetas
berjumlah 98, telur yang fertil berjumlah 64 dengan persentase 65.31%. Listyowati dan Roospitasari (2009) menyatakan bila
betina terlalu banyak maka dikhawatirkan banyak telur yang kosong (infertil),
karena induk jantan tidak dapat mengawini seluruh induk betina.Selain itu,
populasi yang terlalu banyak, tingkat stress dan daya kompetisi semakin tinggi
(Anonimous, 2008). Hasil penelitian Woodard (1973) juga menunjukkan bahwa pada
imbangan 1:5 mencapai fertilitas 64,95% dan 1:6 mencapai fertilitas 47,1%.
Fertilitas dipengaruhi banyak faktor, imbangan jantan-betina adalah faktor yang
sangatpenting karena berhubungan langsung dengan proses perkawinan.
4.2. Daya Tetas Telur Puyuh
Hasil pengamatandaya
tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Daya Tetas Telur
Puyuh.
Telur Fertil
(n)
|
Telur Menetas
(n)
|
Persentase
(%)
|
64
|
46
|
71.84
|
Berdasarkan
Tabel 4, hasil di atas di peroleh hasil Daya Tetas Telur puyuh
yang fertil berjumlah 64, telur yang menetas 46, dengan persentase 71.84%. Menurut Murtidjo (1988). Beberapa faktor yang
mempengaruhi daya tetas diantarnya adalah cara penyimpanan telur, lama
penyimpanan telur, tempat penyimpanan telur, suhu lingkungan, kerabang telur,
serta teknis pada saat penetasan. Nilai daya tetas dalam penelitian adalah
79,78-85,79%. Daya tetas tersebut menunjukkan bahwa penetasan tergolong baik,
karena menurut Kaharuddin dan Kususiyah (2006) daya 53 tetas dengan imbangan
1:4 mampu mencapai 60-70%. Data daya tetas dan kematian embrio secara numerik
menunjukkan angka daya tetas yang semakin meningkat dan angka kematian embrio
yang semakin menurun seiring bertambahnya angka fertilitas.
4.3. Bobot Tetas
Telur Puyuh
Hasil pengamatan bobot tetas telur puyuh disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot Tetas Telur
Puyuh.
Telur Menetas
|
Bobot Telur
(g)
|
Bobot Tetas
(g)
|
Persentase
(%)
|
46
|
9.3
|
7.37
|
20.75 ± 5.69
|
Berdasarkan Tabel 5, di atas di peroleh hasil Bobot Telur puyuh yang menetas berjumlah 46,dengan
bobot awal telur berjumlah 9.3 g, bobot telur akhir yaitu 7.37 g, dengan bobot
tetas yaitu 20.75±5.42. Butcher, Gary and Richard (2004) menyatakan bahwa
selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas,
dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan
sebaliknya.Gillespie (1992), menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh
pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat
pada anak yang berumur 35 hari.
Elvira,
dkk. (1994), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur
antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan,
program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi
bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih
telur dan kuning telurnya.Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih telur
dan kuning telur juga semakin besar, dimana putih telur dan kuning telur
tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari
praktikum fertilitas, bobot tetas, dan daya tetas telur puyuh pada hasil pengamatan fertilitas telur puyuh menunjukkan bahwa fertilitas telur puyuhyang ditetaskan
sangat rendah, yaitu 65.31% dan Hasil
pengamatan daya tetas telur puyuh menunjukkan
bahwa daya tetas telur puyuh adalah 71.84% dan hasil pengamatan bobot
tetas telur puyuh menunjukkan
bahwa bobot tetas telur puyuh sebesar 20.75±5.42
B. Saran.
Adapun
saran saya selama pelaksanaan praktikum Fertilitas, Bobot Tetas, dan Daya Tetas
Telur Puyuh ini yaitu sebelum
memulai praktikum sebaiknya asisten terlebih dahulu datang tepat waktu agar
praktikan tidak menunggu lama,dan praktikum berjalan sesuai dengan yang
diharapkan yaitu berjalan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan
Produktivitas Puyuh. (Si Kecil yang
Penuh Potensi). Agro Media Pustaka. Jakarta.
Anonymous. 2008. Strategi
Pengendalian Gumboro. Majalah Poultry Indonesia. Jakarta.
Butcher, Gary D and RD. Miles. 2004. Egg Specific
Gravity – Designing a Monitoring Program. University of Florida.
Elvira S., Soewarno T.
Soelcarto dan SS. Mansjoer. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu Dan Fungsional
Telur Puyuh Dan Telur Ayam Ras. Hasil penelitian. Bul. T& dan 1ndwb.l P m ,
Vd. V no. 3. Tir. 1994
Gillespie, R. J., 1992.
Modern Livestock and Poultry Production.Fourth Edition.Jond Willey &
Sons.Inc. New York.
Kaharudin, D. 1989. Pengaruh bobot telur tetas
terhadap boot tetas, daya tetas, pertambahan berat badan dan angka kematian
sampai umur 4 minggu pada telur. Laporan penelitian. Universitas Bengkulu.
Listiyowati,
E and Roospitasari, K. 2009. Beternak
Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya.Jakarta.
Murtidjo, B.A. 1988. Mengelola Itik. Cetakan
ke-17.Kanisius.Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1983. Memelihara Burung Puyuh.
Kanisius.Yogyakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana.
2005. Ilmu dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Woodard.
1973. Japanesee Quail Husbandry in The
Laboratory. Departement of Avian Science.University of California.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar