Senin, 22 Juni 2015

Korelasi Antara Indeks Telur, Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung dan Telur Puyuh

LAPORAN PRAKTIKUM V
 ILMU PEMULIAAN TERNAK
Korelasi Antara Indeks Telur, Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung dan Telur Puyuh


OLEH
NAMA            : GORISMAN MATUALESI
NIM                 : L1A1 13 009
KELAS           : A
KELOMPOK : I ( Satu )
ASISTEN        : MELLY PRATIWI SETYAWATI

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015


I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Dalam bidang pemuliaan ternak, sasaran utamanya dalam tiga aspek tersebut adalah mengenai bibit (breeding). Breeding merupakan salah satu faktor pembatas dalam suatu usaha peternakan. Pemuliaan ternak dilakukan dengan cara seleksi dan pengaturan system perkawinan pada ternak guna meningkatkan mutu genetik ternak dan dapat menghasilkan suatu bibit ternak yang bermutu genetik tinggi yang memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik.
Salah satu aspek yang penting dalam usaha penyediaan bibit adalah penetasan.  Penetasan telur merupakan suatu proses biologis yang kompleks dari siklus hidup untuk menghasilkan anak. Keberhasilan penetasan salah satunya ditentukan oleh kualitas telur. Bobot telur merupakan kriteria yang harus diperhatikan dalam penetasan. Bobot telur akan berpengaruh pada boobt tetas karena selama penetasan telur mengalami pengurangan bobot yang disebut susut bobot.
Nobel (1995), menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh bobot tubuh pada saat dewasa kelamin. Bobot tubuh yang ringan pada saat dewasa kelamin akan menghasilkan bobot telur yang kecil. Prasetyo dan Susanti (2004), menyatakan bahwa bobot badan awal bertelur itik Mojosari lebih kecil dibandingkan itik Tegal. Bobot badan awal bertelur ini berpengaruh terhadap bobot telur awal yang dihasilkan. Srigandono (1997), menyatakan bahwa bobot telur itik yang ditetaskan sebaiknya berkisar antara 65-75 g. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur, suhu dan kelembaban mesin tetas. Ukuran telur yang digunakan untuk penetasan sangat penting karena mempunyai korelasi yang tinggi antara ukuran telur yang ditetaskan dengan ukuran day old duck (dod) yang dihasilkan (Leeson, 2000).
Pendugaan nilai korelasi mempunyai arti penting untuk seleksi dapat dilakukan secara lebih awal. Seleksi lebih awal akan memberikan keuntungan karena dapat menekan biaya, tenaga dan waktu bagi peternak.  Pendugaan nilai korelasi beberapa sifat kuantitatif utama (berat badan, berat telur dan berat DOC) dapat dijadikan sebagai dasar seleksi oleh peternak. Ayam yang dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, pendugaan nilai korelasi yang penting adalah hubungan antara berat badan pada umur lebih awal dengan berat badan saat dipotong (Brandsch, 1981).
Untuk itu perlu dilakukannya suatu praktikum yang mengamati tentang ukuran-ukuran telur, dan bobot telur beserta warna dan bentuk telur, sehingga dapat ditentukan indeks telur dan korelasinya.
1.2    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan praktikum korelasi antara indeks telur, bobot telur, dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh yaitu adalah mahasiswa mengetahui hubungan korelasi antara bobot telur, bobot tetas telur, dan hubungan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur pada telur ayam kampung dan telur puyuh.
Manfaat yang dapat oleh diperoleh dari praktikum korelasi antara indeks telur, bobot telur, dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh yaitu praktikan dapat mengetahui hubungan korelasi antara bobot telur, bobot tetas telur, dan hubungan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur pada telur ayam kampung dan telur puyuh.





                                         



II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korelasi Bobot Telur Dan Bobot Tetas pada Telur Ayam Kampung
Bobot telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil (daya penetasannya amat rendah). Beratnya tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih dari 70-80 gram. Keseimbangan berat telur dan berat badan anak ayam adalah tetap adanya (Sudaryani, 1996
Kaharudin (1989) Menyatakan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi bobot tetas yaitu bobot telur tetas. Sudaryani dan Santoso (1994) dalam Permana (2007) menyatakan, bobot telur tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi bobot tetas, selanjutnya dikatakan bobot tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bias dkatakan belum berhasil.
Hadijah (1987) menyaakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu coleman (1979) berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan korelasi yang positif.
2.2. Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Ini sesuai dengan pernyataan Asep (2000) bahwa indeks bentuk telur antara 72 – 80% menunjukkan hasil daya tetas yang tinggi. Indeks telur yang dihasilkan juga relatif tidak berbeda dengan indeks telur hasil perkawinan ayam buras yang dilaporkan oleh Kurnianto et al. (2010) yaitu sebesar 76,74%. Wardiny (2002) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. . Indeks telur yang dihasilkan juga relatif tidak berbeda dengan indeks telur hasil perkawinan ayam buras yang dilaporkan oleh Kurnianto et al. (2010) yaitu sebesar 76,74%. Wardiny (2002) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah.
Nalbandov (1990), juga melaporkan bahwa telur-telur yang dihasilkan pada awal bertelur secara nyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh ayam yang sama setelah 3 minggu masa bertelur. Dijelaskan lebih lanjut bahwa umur sangat mempengaruhi ovulasi, dimana ovulasi meningkat cepat dari masa sebelum dewasa ke titik yang tertinggi dan kemudian secara lambat akan menurun kesterilitas masa tua. Rataan bobot telur hasil penelitian masih dalam kisaran normal untuk telur ayam kampung. yaitu 35-45 gram per butir
2.3. Korelasi Bobot Telur Dan Bobot Tetas pada Telur Puyuh
Butcher, Gary and Richard (2004) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.Gillespie (1992), menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat pada anak yang berumur 35 hari.
Berat telur puyuh bervariasi yakni antara 10-15 gram. Berat telur puyuh yang terberat adalah 10,8 gram pada periode pertelur 28 minggu (Nugroho, 1990). Telur yang dihasilkan oleh induk yang masih muda biasanya lebih ringan dan ukurannya lebih kecil, dan memerlukan waktu relatif lebih lama untuk mencapai standar berat normal dari pada induk yang lebih tua (Sudaryani, 1996).
Hadijah (1987) menyaakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu coleman (1979) berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan korelasi yang positif.
2.4. Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Bentuk telur yang dihasilkan oleh setiap induk akan mempunyai bentuk yang khas, hal ini disebabkan karena bentuk telur merupakan salah satu faktor yang diturunkan dari induk kepada anaknya. Bentuk telur ditentukan dengan indeks bentuk telur yaitu dengan cara membagi lebar telur dengan panjang telur dikali 100% (Suharno et al., 1994).
Bentuk telur puyuh lebih bulat daripada telur ayam ras. Indeks bentuk telur puyuh adalah 79,2% sedangkan indeks bentuk telur ayam ras sebesar 73,6% (Syamsir,1993).Indeks bentuk telur yaitu perbandingan antara diameter panjang telur dibagi dengan diameter lebar telur yang dapat dituliskan dalam bentuk persentase (Yuwanta, 2004). Indeks bentuk telur diukur antara poros sampai panjang yang terbesar yaitu jarak antara kedua kutub telur terbesar dan garis menengah yang terkecil pada telur itu merupakan suatu tetapan (Sastroamidjojo dan Seno, 1991).









III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Mei 2015. Bertempat di Kandang Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dan diamati dalam praktikum ini ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat digunakan dalam praktikum
No.
Alat
Kegunaan
1.
Alat Tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan
2.
Mesin Tetas
Untuk menetaskan telur
3.
4.
Neraca
Rak telur
Untuk menimbang bobot telur dan bobot tetas
Untuk menyimpan telur sebelum ditetaskan
5.
Hp Kamera
Untuk dokumentasi

           Bahan yang digunakan pada praktikum ini dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan yang Digunakan pada Praktikum
No.
            Bahan
              Kegunaan
1.
Telur ayam kampung
Sebagai bahan pengamatan
2.
Telur burung puyuh
Sebagai bahan pengamatan

3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur dalam Praktikum praktikum ini yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
2. Menimbang telur ayam kampung dan telur burung puyuh
3. Memasukan telur ayam kampung dan puyuh ke dalam mesin tetas
4. Menimbang DOC dan DOQ yang telah menetas
5. Menulis hasil pengamatan dan dokumentasi



4.      Analisis Data
            Data yang diamati dalam praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas pada telur ayam kampung dan telur burung puyuh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh adalah sebagai berikut :
Korelasi r =

Keterangan :    r           = Koefisien Korelasi
∑X      = Jumlah pengamatan variabel X
∑Y      = Jumlah pengamatan variabel Y
XY     = Jumlah hasil perkalian variable x dan y
(∑X2)   = Jumlah kuadrat dari pengamatan varaibel X
(∑X)2   = Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variable X
(∑Y2)   = Jumlah kuadrat dari pengamatan variable Y
(∑Y)2   = Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variable Y
n          = Jumlah pasangan pengamatan Y dan X



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1  Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Hasil perhitungan korelasi bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
x
y
r
Bobot Telur
Bobot Tetas
0.39
Berdasarkan hasil pengukuran korelasi bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung pada Tabel 3,, diperoleh korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39. Korelasi genetik adalah hubungan antara dua sifat atau variabel yang secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan regresi. Tiap korelasi yang benar untuk populasi-populasi tertentu dapat sangat menyimpang terutama bila ada seleksi yang kuat dan lama untuk satu sifat atau lebih (Warwick et al., 1995).
 Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. dan jika 0,0 < r < 0,30 atau -0,3 < r < 0,0 maka hubungannya sangat lemah.

4.1.2   Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Hasil perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Korelasi Indeks Bentuk  Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
x
y
r
Indeks Bentuk Telur
Bobot Tetas
0.087
Berdasarkan hasil pengukuran perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung pada Tabel 4,, diperoleh korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39 dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung dengan nilai korelasi 0.087 .
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang

4.1.3.  Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Hasil perhitungan korelasi bobot telur dan bobot tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur puyuh
x
y
r
Bobot Telur
Bobot Tetas
0.29

Berdasarkan hasil pengukuran korelasi bobot telur dan bobot tetas telur puyuh pada Tabel 5, diperoleh korelasi hubungan antara bobot telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai 0.29.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi. Hubungan korelatif dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan.




4.1.4   Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Hasil perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Korelasi Indeks Bentuk  Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
x
y
r
Indeks Bentuk Telur
Bobot Tetas
-0.42

Berdasarkan hasil pengukuran indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh pada Tabel 6, diperoleh korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai -0.42.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. dan jika 0,0 < r < 0,30 atau -0,3 < r < 0,0 maka hubungannya sangat lemah. hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi. Hubungan korelatif dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan. Metode statistik yang digunakan untuk menaksir besarnya korelasi genetik adalah berdasarkan analisis kovariansi untuk menaksir besarnya komponen ragam maupun peragam dari dua sifat (Hardjosubroto, 1994).











V. PENUTUP

5.1   Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di tulis pada praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39 dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung dengan nilai korelasi 0.087, dan korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai 0.29, dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai -0.42.

5.2   Saran
Perlu dilkaukan pengukuran lebih lanjut dan penghitungan nilai korelasi lebih lanjut mengenai variabel leain seperti panjang telur dengan bobot telur atau bobot telur dengan lebar telur, guna mengetahui hubungan dari variabel tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, K dan Prijono, N. 2007. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati.     GarahaIlmu, YogyakartaHadiwiyoto, S. 1993. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging Dan Telur. Liberty, Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Gramedia Wrdiasarana Indonesia, Jakarta.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nugroho, E dan I. G. K. Mayun. 1990. Budidaya Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang.
Ranto dan Maloedyn S. 2009. Panduan Lengkap Beternak Itik. Agro Media, Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1991. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta
Suprijatna, E. et al. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syamsir, E. 1993. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, R dan Irawati. 1990. Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri           Pertanian. PT. Medratama Sarana Prakasa, Jakarta.

Jumat, 19 Juni 2015

LAPORAN PRAKTIKUM V ILMU PEMULIAAN TERNAK Korelasi Antara Indeks Telur, Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung dan Telur Puyuh

LAPORAN PRAKTIKUM V
 ILMU PEMULIAAN TERNAK
Korelasi Antara Indeks Telur, Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung dan Telur Puyuh


OLEH
NAMA            : GORISMAN MATUALESI
NIM                 : L1A1 13 009
KELAS           : A
KELOMPOK : I ( Satu )
ASISTEN  P. : MELLY PRATIWI SETYAWATI

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Dalam bidang pemuliaan ternak, sasaran utamanya dalam tiga aspek tersebut adalah mengenai bibit (breeding). Breeding merupakan salah satu faktor pembatas dalam suatu usaha peternakan. Pemuliaan ternak dilakukan dengan cara seleksi dan pengaturan system perkawinan pada ternak guna meningkatkan mutu genetik ternak dan dapat menghasilkan suatu bibit ternak yang bermutu genetik tinggi yang memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik.
Salah satu aspek yang penting dalam usaha penyediaan bibit adalah penetasan.  Penetasan telur merupakan suatu proses biologis yang kompleks dari siklus hidup untuk menghasilkan anak. Keberhasilan penetasan salah satunya ditentukan oleh kualitas telur. Bobot telur merupakan kriteria yang harus diperhatikan dalam penetasan. Bobot telur akan berpengaruh pada boobt tetas karena selama penetasan telur mengalami pengurangan bobot yang disebut susut bobot.
Nobel (1995), menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh bobot tubuh pada saat dewasa kelamin. Bobot tubuh yang ringan pada saat dewasa kelamin akan menghasilkan bobot telur yang kecil. Prasetyo dan Susanti (2004), menyatakan bahwa bobot badan awal bertelur itik Mojosari lebih kecil dibandingkan itik Tegal. Bobot badan awal bertelur ini berpengaruh terhadap bobot telur awal yang dihasilkan. Srigandono (1997), menyatakan bahwa bobot telur itik yang ditetaskan sebaiknya berkisar antara 65-75 g. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur, suhu dan kelembaban mesin tetas. Ukuran telur yang digunakan untuk penetasan sangat penting karena mempunyai korelasi yang tinggi antara ukuran telur yang ditetaskan dengan ukuran day old duck (dod)  yang dihasilkan (Leeson, 2000).
Pendugaan nilai korelasi mempunyai arti penting untuk seleksi dapat dilakukan secara lebih awal. Seleksi lebih awal akan memberikan keuntungan karena dapat menekan biaya, tenaga dan waktu bagi peternak.  Pendugaan nilai korelasi beberapa sifat kuantitatif utama (berat badan, berat telur dan berat DOC) dapat dijadikan sebagai dasar seleksi oleh peternak. Ayam yang dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, pendugaan nilai korelasi yang penting adalah hubungan antara berat badan pada umur lebih awal dengan berat badan saat dipotong (Brandsch, 1981).
Untuk itu perlu dilakukannya suatu praktikum yang mengamati tentang ukuran-ukuran telur, dan bobot telur beserta warna dan bentuk telur, sehingga dapat ditentukan indeks telur dan korelasinya.
1.2    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan praktikum korelasi antara indeks telur, bobot telur, dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh yaitu adalah mahasiswa mengetahui hubungan korelasi antara bobot telur, bobot tetas telur, dan hubungan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur pada telur ayam kampung dan telur puyuh.
Manfaat yang dapat oleh diperoleh dari praktikum korelasi antara indeks telur, bobot telur, dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh yaitu praktikan dapat mengetahui hubungan korelasi antara bobot telur, bobot tetas telur, dan hubungan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur pada telur ayam kampung dan telur puyuh.





                                         


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korelasi Bobot Telur Dan Bobot Tetas pada Telur Ayam Kampung
Bobot telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil (daya penetasannya amat rendah). Beratnya tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih dari 70-80 gram. Keseimbangan berat telur dan berat badan anak ayam adalah tetap adanya (Sudaryani, 1996
Kaharudin (1989) Menyatakan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi bobot tetas yaitu bobot telur tetas. Sudaryani dan Santoso (1994) dalam Permana (2007) menyatakan, bobot telur tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi bobot tetas, selanjutnya dikatakan bobot tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bias dkatakan belum berhasil.
Hadijah (1987) menyaakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu coleman (1979) berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan korelasi yang positif.
2.2. Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Ini sesuai dengan pernyataan Asep (2000) bahwa indeks bentuk telur antara 72 – 80% menunjukkan hasil daya tetas yang tinggi. Indeks telur yang dihasilkan juga relatif tidak berbeda dengan indeks telur hasil perkawinan ayam buras yang dilaporkan oleh Kurnianto et al. (2010) yaitu sebesar 76,74%. Wardiny (2002) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. . Indeks telur yang dihasilkan juga relatif tidak berbeda dengan indeks telur hasil perkawinan ayam buras yang dilaporkan oleh Kurnianto et al. (2010) yaitu sebesar 76,74%. Wardiny (2002) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah.
NALBANDOV (1990), juga melaporkan bahwa telur-telur yang dihasilkan pada awal bertelur secara nyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh ayam yang sama setelah 3 minggu masa bertelur. Dijelaskan lebih lanjut bahwa umur sangat mempengaruhi ovulasi, dimana ovulasi meningkat cepat dari masa sebelum dewasa ke titik yang tertinggi dan kemudian secara lambat akan menurun kesterilitas masa tua. Rataan bobot telur hasil penelitian masih dalam kisaran normal untuk telur ayam kampung. yaitu 35-45 gram per butir
2.3. Korelasi Bobot Telur Dan Bobot Tetas pada Telur Puyuh
Butcher, Gary and Richard (2004) menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya.Gillespie (1992), menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas, dan pengaruhnya tidak terlihat pada anak yang berumur 35 hari.
Berat telur puyuh bervariasi yakni antara 10-15 gram. Berat telur puyuh yang terberat adalah 10,8 gram pada periode pertelur 28 minggu (Nugroho, 1990). Telur yang dihasilkan oleh induk yang masih muda biasanya lebih ringan dan ukurannya lebih kecil, dan memerlukan waktu relatif lebih lama untuk mencapai standar berat normal dari pada induk yang lebih tua (Sudaryani, 1996).
Hadijah (1987) menyaakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan sebagai indicator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan DOC yang lebih berat. Selain itu coleman (1979) berpendapat bahwa telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan korelasi yang positif.
2.4. Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Bentuk telur yang dihasilkan oleh setiap induk akan mempunyai bentuk yang khas, hal ini disebabkan karena bentuk telur merupakan salah satu faktor yang diturunkan dari induk kepada anaknya. Bentuk telur ditentukan dengan indeks bentuk telur yaitu dengan cara membagi lebar telur dengan panjang telur dikali 100% (Suharno et al., 1994).
Bentuk telur puyuh lebih bulat daripada telur ayam ras. Indeks bentuk telur puyuh adalah 79,2% sedangkan indeks bentuk telur ayam ras sebesar 73,6% (Syamsir,1993).Indeks bentuk telur yaitu perbandingan antara diameter panjang telur dibagi dengan diameter lebar telur yang dapat dituliskan dalam bentuk persentase (Yuwanta, 2004). Indeks bentuk telur diukur antara poros sampai panjang yang terbesar yaitu jarak antara kedua kutub telur terbesar dan garis menengah yang terkecil pada telur itu merupakan suatu tetapan (Sastroamidjojo dan Seno, 1991).








III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Mei 2015. Bertempat di Kandang Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dan diamati dalam praktikum ini ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat digunakan dalam praktikum
No.
Alat
Kegunaan
1.
Alat Tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan
2.
Mesin Tetas
Untuk menetaskan telur
3.
4.
Neraca
Rak telur
Untuk menimbang bobot telur dan bobot tetas
Untuk menyimpan telur sebelum ditetaskan
5.
Hp Kamera
Untuk dokumentasi

           Bahan yang digunakan pada praktikum ini dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan yang Digunakan pada Praktikum
No.
            Bahan
              Kegunaan
1.
Telur ayam kampung
Sebagai bahan pengamatan
2.
Telur burung puyuh
Sebagai bahan pengamatan

3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur dalam Praktikum praktikum ini yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
2. Menimbang telur ayam kampung dan telur burung puyuh
3. Memasukan telur ayam kampung dan puyuh ke dalam mesin tetas
4. Menimbang DOC dan DOQ yang telah menetas
5. Menulis hasil pengamatan dan dokumentasi


4.      Analisis Data
            Data yang diamati dalam praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas pada telur ayam kampung dan telur burung puyuh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung dan telur puyuh adalah sebagai berikut :
Korelasi r =

Keterangan :    r           = Koefisien Korelasi
∑X      = Jumlah pengamatan variabel X
∑Y      = Jumlah pengamatan variabel Y
XY     = Jumlah hasil perkalian variable x dan y
(∑X2)   = Jumlah kuadrat dari pengamatan varaibel X
(∑X)2   = Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variable X
(∑Y2)   = Jumlah kuadrat dari pengamatan variable Y
(∑Y)2   = Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variable Y
n          = Jumlah pasangan pengamatan Y dan X


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1  Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Hasil perhitungan korelasi bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
x
y
r
Bobot Telur
Bobot Tetas
0.39
Berdasarkan hasil pengukuran korelasi bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung pada Tabel 3,, diperoleh korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39. Korelasi genetik adalah hubungan antara dua sifat atau variabel yang secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan regresi. Tiap korelasi yang benar untuk populasi-populasi tertentu dapat sangat menyimpang terutama bila ada seleksi yang kuat dan lama untuk satu sifat atau lebih (Warwick et al., 1995).
 Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. dan jika 0,0 < r < 0,30 atau -0,3 < r < 0,0 maka hubungannya sangat lemah.

4.1.2   Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Hasil perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Korelasi Indeks Bentuk  Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
x
y
r
Indeks Bentuk Telur
Bobot Tetas
0.087
Berdasarkan hasil pengukuran perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung pada Tabel 4,, diperoleh korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39 dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung dengan nilai korelasi 0.087 .
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang

4.1.3.  Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Hasil perhitungan korelasi bobot telur dan bobot tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Korelasi Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur puyuh
x
y
r
Bobot Telur
Bobot Tetas
0.29

Berdasarkan hasil pengukuran korelasi bobot telur dan bobot tetas telur puyuh pada Tabel 5, diperoleh korelasi hubungan antara bobot telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai 0.29.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi. Hubungan korelatif dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan.




4.1.4   Korelasi Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Hasil perhitungan indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Korelasi Indeks Bentuk  Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
x
y
r
Indeks Bentuk Telur
Bobot Tetas
-0.42

Berdasarkan hasil pengukuran indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh pada Tabel 6, diperoleh korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai -0.42.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Setiadi (200) bahwa Jika nilai korelasi 0,9 < r < 1,0 atau -0,9 >r >1,00 maka hubungannya sangat kuat, jika 0,50 > r > 0,7 atau – 0,7 > - 0,5 maka hubungannya moderat atau signifikan seimbang. dan jika 0,0 < r < 0,30 atau -0,3 < r < 0,0 maka hubungannya sangat lemah. hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi. Hubungan korelatif dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan. Metode statistik yang digunakan untuk menaksir besarnya korelasi genetik adalah berdasarkan analisis kovariansi untuk menaksir besarnya komponen ragam maupun peragam dari dua sifat (Hardjosubroto, 1994).











V. PENUTUP

5.1   Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tulis pada praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung diperoleh dengan nilai korelasi 0.39 dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung dengan nilai korelasi 0.087, dan korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai 0.29, dan korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur puyuh dengan nilai -0.42.

5.2   Saran
Perlu dilkaukan pengukuran lebih lanjut dan penghitungan nilai korelasi lebih lanjut mengenai variabel leain seperti panjang telur dengan bobot telur atau bobot telur dengan lebar telur, guna mengetahui hubungan dari variabel tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, K dan Prijono, N. 2007. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati.     GarahaIlmu, YogyakartaHadiwiyoto, S. 1993. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging Dan Telur. Liberty, Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Gramedia Wrdiasarana Indonesia, Jakarta.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nugroho, E dan I. G. K. Mayun. 1990. Budidaya Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang.
Ranto dan Maloedyn S. 2009. Panduan Lengkap Beternak Itik. Agro Media, Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1991. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta
Suprijatna, E. et al. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syamsir, E. 1993. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R dan Irawati. 1990. Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri           Pertanian. PT. Medratama Sarana Prakasa, Jakarta.