TUGAS
MATA KULIAH
TEKNOLOGI
REPRODUKSI TERNAK
“Keberhasilan
Transfer Embrio Pada Sapi Di Sulawesi Tenggara”

OLEH
GORISMAN
MATUALESI
L1A1
13 009
KELAS
A
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2015
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permintaan akan daging di Indonesia
akan bertambah terus secara nyata dengan bertambahnya penduduk dan pendapatan.
Usaha membentuk bangsa sapi potong baru memerlukan waktu yang lama. Selama
beberapa tahun impor ternak hidup untuk meningkatkan produksi ternak potong
mengalami banyak hambatan dan tidak optimal. Oleh karena itu teknologi transfer
embrio (TE) menawarkan jalan untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi
daging secara berkelanjutan.
Populasi ternak sapi di
Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga Juni 2012 mencapai 236.896 ekor atau melebih
target nasional sebanyak 232.270 ekor.
"Dengan demikian bahwa ada peningkatan populasi sebesar 4.626 ekor sapi yang sekaligus berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi daging Sultra sebesar 10,86 persen atau melebihi target daging nasional yang sebesar 5,3 persen," kata Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sultra, Amir Ridwan di Kendari, Rabu.
"Dengan demikian bahwa ada peningkatan populasi sebesar 4.626 ekor sapi yang sekaligus berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi daging Sultra sebesar 10,86 persen atau melebihi target daging nasional yang sebesar 5,3 persen," kata Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sultra, Amir Ridwan di Kendari, Rabu.
Menurut Amir, dengan
demikian bahwa kebutuhan daging lokal khusus di Sulawesi Tenggara sudah cukup
aman, meskipun tidak lagi harus mendatangkan daging dari provinsi terdekat
seperti Sulawesi Selatan, akan tetapi justru sebaliknya, daging yang ada di
Sultra diantarpulaukan ke luar daerah.
Daerah sentra
pengembangan utama seperti Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Konawe dan Bombana,
wilayah Kota Kendari pun dibidik untuk menjadi kawasan pengembangan sapi.
Daerah pinggiran kota yang berada di enam kecamatan di Kendari sangat
berpotensi untuk pengembangan ternak sapi sepanjang memenuhi kriteria
pemeliharaan yang jauh dari wilayah pemukiman penduduk kota. (ANT).dimulai pada
awal dasawarsa 1980-an. Saat ini penelitian dan penguasaan teknologi telah
dilakukan dan dikembangkan oleh berbagai institusi, seperti BALITNAK, Balai
Embrio Ternak, LIPI dan beberapa Perguruan Tinggi seperti IPB, UGM, Brawijaya,
Airlangga dll. Keberhasilan teknologi TE di Indonesia masih sangat beragam dan
dampaknya untuk perkembangan maupun peningkatan produktivitas ternak masih
sangat minimal. Program untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi TE masih
belum terfokus dengan baik. Padahal teknologi ini merupakan salah satu wahana
yang sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak.
Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir
tahun 1982, sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang
menyampaikan suatu bahasan mengenai TE. Ceramah diadakan di Balai Penelitian
Ternak Ciawi yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan
tinggi, lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan (Martojo,1987).
Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali
diintroduksi pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan
embrio beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien
dengan cara pembedahan lewat daerah kampong oleh tim dari Granada Livestock
Transplant Co, USA (Putro, 1994).
B.
Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian transfer embrio.
2. Mengetahui manfaat transfer embrio.
3. Mengetahui keberhasilan
Transfer Embrio di Sulawesi Tenggara.
Manfaat
yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu
a. Dapat mengetahui pengertian transfer
embrio.
b. Dapat mengetahui manfaat transfer
embrio.
c. Dapat mengetahui keberhasilan
Transfer Embrio di Sulawesi Tenggara
II. PEMBAHASAN
A.Populasi Ternak Sapi Di
Sulawesi Tenggara
Populasi
ternak sapi di Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga Juni 2012 mencapai 236.896
ekor atau melebih target nasional sebanyak 232.270 ekor.
"Dengan
demikian bahwa ada peningkatan populasi sebesar 4.626 ekor sapi yang sekaligus
berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi daging Sultra sebesar 10,86
persen atau melebihi target daging nasional yang sebesar 5,3 persen," kata
Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sultra, Amir Ridwan di Kendari,
Rabu.
Menurut
Amir, dengan demikian bahwa kebutuhan daging lokal khusus di Sulawesi Tenggara
sudah cukup aman, meskipun tidak lagi harus mendatangkan daging dari provinsi
terdekat seperti Sulawesi Selatan, akan tetapi justru sebaliknya, daging yang
ada di Sultra diantarpulaukan ke luar daerah.
Hanya
saja, dengan tingkat populasi ternak yang sudah memadai itu, oleh petani
peternak akan secara kontinyu menjual ternaknya untuk di potong, sebab
masyarakat Sultra sejak dulu gemar beternak dan tidak mudah menjual bila
dianggap tidak mendesak.
Ia
mengatakan, Pemprov Sultra, terus berupaya dan mendorong meningkatkan produksi
daging sapi dengan meningkatkan jumlah populasi sapi hingga belasan ribu ekor
pertahunnya.
"Dengan
peningkatan jumlah populasi ternak sapi milik masyarakat di sejumlah kabupaten
(Kooawe Selatan, Muna, Konawe, Bombana dan Kolaka maka pihaknya kini
mengaktifkan kembali gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang bergerak dibidang
peternakan sapi," katanya.
Pengaktifan
kembali gapoktan dilakukan dengan cara pendampingan dan bimbingan terhadap
peternak oleh petugas penyuluh agar peternak memiliki pengetahuan yang memadai
dan mampu menerapkan teknologi pembibitan dan budi daya ternak sapi.
Selain
pendampingan penyuluhan, pihaknya juga akan melakukan perbaikan infrastruktur
dan sarana prasarana peternakan, serta perbaikan mutu pakan ternak. Bentuk
perwujudannya berupa pemberian bantuan 220 ekor sapi pejantan dan bantuan
penyelamatan sapi betina kepada 20 kelompok tani.
Daerah
sentra pengembangan utama seperti Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Konawe dan
Bombana, wilayah Kota Kendari pun dibidik untuk menjadi kawasan pengembangan
sapi. Daerah pinggiran kota yang berada di enam kecamatan di Kendari sangat
berpotensi untuk pengembangan ternak sapi sepanjang memenuhi kriteria
pemeliharaan yang jauh dari wilayah pemukiman penduduk kota. (ANT).
B. Pengertian
Transfer Embrio
Transfer Embrio merupakan suatu
teknik yang dikenal juga dengan genetic manipulation. Keuntungan praktis dari
transfer embrio adalah untuk meningkatkan kapasitas reproduksi ternak yang
berharga. Untuk beberapa tahun peningkatan
mutu genetic ternak sapi telah dilakukan dengan metode inseminasi buatan
dengan memanfaatkan sisi pejantan.
Berbeda
halnya dengan Transfer embrio dimana dapat mempercepat percepatan dari sisi
betina, namun berjalan sangat lambat karena ternak sapi betina bersifat
monotokus dan mempunyai masa kebuntingan yang cukup panjang.
Transfer
embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat
kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran
reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti
konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.
C. Manfaat Transfer Embrio
Beberapa manfaat dari teknologi
transfer embrio adalah:
a. Untuk meningkatkan populasi ternak unggul.
Seekor sapi betina hanya mampu menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya,
sedangkan dengan penerapan TE maka seekor sapi betina mampu menghasilkan 448
keturunan selama hidupnya. (Rutledge, 2004).
b. Import dan
eksport embrio sebagai ganti ternak dewasa sehingga biasanya menjadi lebih
ekonomis. Transfer embrio juga memungkinkan hewan melahirkan anak dari spesies
lain, misalnya kuda melahirkan zebra, domba melahirkan kambing seperti yang
terjadi di Louisville Zoo.
c. Manfaat
lainnya adalah memperoleh keturunan dari induk yang kurang fertile, induk yang
dimaksud adalah betina yang menderita oobstruksi tuba falofia yang bilateral
total dan betina yang menderita adesi fimria bilateral total (Martojo, 1987).
D. Keberhasilan Transfer Embrio Di
Sulawesi Tenggara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terus
melakukan berbagai upaya guna menggenjot produksi ternak sapi seperti
menerapkan teknologi peningkatan produksi ternak.
"Kami mencoba dua teknologi untuk meningkatkan produksi
sapi di Sultra, yaitu dengan cara program inseminasi buatan dan transfer
embrio," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sultra, Muhammad
Nasir, di Kendari, Sabtu (5/9).
Ia
menjelaskan, inseminasi buatan merupakan teknologi reproduksi dengan
menyuntikkan sperma sapi jantan unggul kepada sapi betina. "Dengan
teknologi ini, satu sapi jantan bisa membuahi ribuan sapi betina dalam
setahun," kata Nasir.
Sedangkan
transfer embrio, kata Nasir, merupakan teknologi reproduksi dengan mengambil
embrio dari sapi betina unggul (donor) yang telah diovulasi ganda
(superovulasi) dan memindahkannya ke uterus sapi penerima.
Menurutnya,
upaya peningkatan produksi sapi yang dilakukan pemerintah dilakukan karena
ingin mengulangi prestasi Sultra yang pernah menduduki peringkat ke lima
nasional untuk jumlah populasi sapi. "Namun, seiring berjalannya waktu,
Sultra turun menjadi peringkat 16 nasional," katanya.
Disebutkannya,
Sultra juga pernah menyandang predikat sebagai pemasok daging secara nasional
pada era tahun 1995-1998 karena produksi ternak sapi pada waktu itu cukup
banyak. "Meski menduduki peringkat 16 nasional, Sultra menjadi salah satu
daerah yang menjadi penyuplai daging untuk beberapa daerah di Indonesia di
antaranya ke provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan beberapa daerah di
Pulau Kalimantan," katanya.(KR-SPR)
/
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditulis dari
penulisan makalah ini yaitu Transfer embrio adalah suatu proses
dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor
pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betina
yang bertindak sebagai ppenerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting.
Beberapa manfaat dari teknologi transfer embrio adalah untuk meningkatkan populasi
ternak unggul, lebih ekonomis, dan untuk memperoleh keturunan dari induk yang
kurang fertile.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terus
melakukan berbagai upaya guna menggenjot produksi ternak sapi seperti
menerapkan teknologi peningkatan produksi ternak dengan Teknologi transfer embrio.
B. Saran
Adapun
saran yang dapat saya ajukan pada penulisan makalah ini adalah Dalam setiap pelaksanaan transfer
embrio hendaknya memperhatikan dan mengikuti setiap tahapan yang ada, supaya
keberhasilan dalam transfer embrio bisa dijamin dan dipertanggung jawabkan,
selain itu juga sebelum kita melakukan Transfer embrio
kita perluh memperhatikan tahap -tahap sebelum melakukan transfer embrio yaitu
inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan embrio, klasifikasi
embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi, transfer Embrio..
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kementrian Pertanian: Balai Embrio Ternak. Diambil dari
http://www.betcipelang.info/ hari Jumat, Jumat,
11 September 2015 pukul 17.30 wita.
Amstrong,
D.T. 1993. Recent advances in superovulation of cattle. Theriogenology 39: 7-24.
Ashworth,
C.J. 1992. Synchrony embryo-uterus. In:
Clinical Trends and Basic Research in Animal Reproduction. Elsevier.
AmsterdamLondon-New York-Tokyo. pp. 259-267.
Boland, M.P. and J.F. Roche. 1991.
Embryo production: Alternatives methods. International Trend of the Research on
Animal Embryo Transfer. pp. 2-13.
Bindon, B.M. and L.R .
Piper. 1980. Assessment of new and traditional techniques ofselection for
lambing rate. In: G.J. Togs, D.E. ROBERTSON and R. J . LIGHTFOOT (Ed) Sheep
Breeding (2nd Ed.). p. 387- 401 .
Novalina, Hasugian. 2009. Transfer Embrio Balai Embrio Ternak Cipelang
Bogor. Diambil dari http://novalinahasugian.blogspot.com/
hari Jumat, 11September 2015 pukul 17.30 wita.
Tappa, B., E.M. Kaiin,
S. Said & M. Suwecha. 1994b. Response of dairy cows treated with
repeated superovulation and embryo recovery. Proceeding of 7th AAAP Animal
Science Congress. Bali. P. 19-20.
Toelihere, M.R. 1987.
Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia. P. 40 –
44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar