LAPORAN
PRAKTIKUM
MANAJEMEN TERNAK POTONG
( “Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong
Di Rumah Potong Hewan, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.” )
OLEH
GORISMAN MATUALESI
L1A1 13 009
A
MELLY PRATIWI SETYAWATI
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Rumah Potong Hewan adalah (RPH)
adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan konstruksi khusus
yang memenuhi persyaratanteknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai
tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Rumah Potong Hewan
yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH yang ada di Kota Pontianak
sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan
penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi kebutuhan penduduk
sekitarnya. Rumah Potong Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam
penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan
dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan disekitarnya. Selain
menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa
dimanfaatkan dan limbah.
Ternak potong merupakan salah satu
penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah konsumsi daging
ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging di dalam negeri,
sehingga pemerintah harus mengimpor daging dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri. Rendahnya produksi daging dalam negeri disebabkan
oleh pola pemeliharaan yang masih tradisional, adopsi teknologi peternakan oleh
masyarak masih rendah, skala usaha masih kecil berkisar 2-3 ekor, kurangnya
modal usaha dan lahan yang sempit. Ternak-ternak potong yang ada di Indonesia
sebagian besar dipelihara bukan semata-mata untuk tujuan produksi daging, tapi
juga digunakan sebagai tenaga kerja.
Upaya untuk mencapai bobot badan yang optimal dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi adalah dengan memberikan pakan yang memenuhi kebutuhan
gizi bagi ternak. Pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan, konsentrat dan
pakan tambahan. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18%,
sedangkan konsentrat mengandung serat kasar kurang dari 18%. Pemberian pakan
dalam pemeliharaan ternak adalah untuk memenuhi kebutuhan ternak atau menunjang
kelangsungan hidupnya, disamping didukung dengan kondisi lingkungan. Pemilihan
bahan pakan dan cara penyajiannya sangat menentukan keberhasilan usaha
penggemukan.
Salah
satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup prosfektif di Sulawesi Tenggara
adalah Kabupaten Kendari, karena disamping potensi luas wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan
strategis di Sulawesi Tenggara. Wilayah daratan
Kabupaten Kendari umumnya berbasis afroekosistem lahan kering, sehingga
sapi bali dapat menjadi penopang sistem partanian irigasi dan tegalan. Populasi
sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali, sedangkan khusus untuk
wilayah kecamatan konda menurut data statistik setempat, untuk tahun 2000
populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh petani peternak dan
terintergrasi secara subsistem dengan pertanian pangan (Abet 2001).
1.2.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dilaukannya praktikum ini adalah sebagi
berikut :
1. Untuk
mengetahui kondisi lingkungan kandang di RPH kota Kendari
2. Untuk
mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3. Untuk
mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendari
Manfaat yang didapatkan
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat
mengetahui kondisi lingkungan kandang di RPH kota Kendari
2. Dapat
mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3. Dapat
mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendari
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. RPH
(rumah potong hewan)
Rumah
Potong Hewan (RPH)
adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan
sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH Kota Bogor
memiliki konsep terpadu dimana RPH tidak hanya memberikan pelayanan
pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan
unggas tetapi juga RPH dilengkapi dengan kandang-kandang penampungan, pasar
hewan, klinik, meat shop dan unit pengolahan ayam ungkep, koasistensi/ magang/
penelitian/ study banding ( pelajar, mahasiswa dan instansi (pemerintah maupun
swasta) serta menjadi kawasan eduagrowisata sehingga pelayanan yang diberikan
sangat lengkap dari hulu ke hilir atau one stop shopping. RPH Terpadu Kota
Bogor yang berdiri di atas lahan 5 Ha diharapkan dapat menjadi RPH
percontohan di Indonesia.
Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis, (Rumah potong hewan terpadu, 2014).
2.2. Bangsa Sapi
Potong
Sapi pada umumnya
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos Sundaicus), sapi
Zebu (Bos Indicus), dan sapi Eropa (Bos Taurus).Bangsa sapi
berkembang sesuai dengan perkembangan pemasukkan ternak dan hasil persilangan
yang dilakukan, tetapi pada dasar perkembangan masihtergantung dari ketiga bangsa
sapi tersebut di atas.
Menurut
Sudarmono dan Sugeng (2008), ciri-ciri bangsa sapi tropisyaitu memiliki
gelambir, kepala panjang, dahi sempit, ujung telinga runcing,bahu pendek, garis
punggung berbentuk cekung, kaki panjang, tubuh relativekecil, dengan bobot
badan 250-650 kg, tahan terhadap suhu tinggi, tahanterhadap caplak. Sedangkan
Sapi dari subtropis memiliki bentuk kepalapendek, ujung telinga tumpul, garis
punggung lurus, kaki pendek, bulupanjang dan kasar, tidak tahan terhadap suhu
tinggi, banyak minum dankotorannya basah, cepat dewasa kelamin dan bentuk tubuh
besar.
Sapi
Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari Sapi Zebu (Bos
Indicus). Di Amerika Serikat, sapi ini berkembang cukup pesat karena pola
pemeliharaan dan sistem perkawinan yang terkontrol, sehingga penampilan
beberapa parameter produksinya melebihi penampilan produksi di negeri asalnya.
Sapi ini kemudian diekspor ke Australia dan disilangkan dengan sapi asal Eropa.
Dari Australia inilah didapat sapi-sapi bakalan yang dipelihara untuk
digemukkan di Indonesia. Ciri khas sapi Brahman adalah berpunuk besar dan berkulit longgar, gelambir
dibawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan-lipatan.
Keturunan
sapi Brahman ini disebut Australian Brahman Cross (ABC) yang biasa dilengkapi
sertifikat untuk menunjukkan persentase genetis sapi Brahman (Abidin, 2002).
Sapi Brangus merupakan keturunan Bos Taurus dan Bos sondaicus yang
merupakan persilangan antara sapi jantan Aberdeen Angus dengan sapi betina
Brahman, yaitu mengandung 3/8 darah Brahman dan 5/8 darah Angus. Sapi brangus
tidak bertanduk, tetapi bergelambir, telinga tidak terlalu besar dan berpunuk
kecil, bulunya agak halus, berwarna hitam atau merah. Sapi ini mempunyai
pertumbuhan yang cepat, mutu dagingnya baik dan persentase karkas yang tinggi
(Sosroamidjojo, 1991).
2.3. Perkandangan
Kandang merupakan
tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai
salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat
dan nyaman. Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang nyaman bagi
sapi dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tata laksana. Oleh
karena itu konstruksi, bentuk, macam kandang harus dilengkapi dengan ventilasi
yang sempurna, dinding, atap, lantai, tempat pakan, tempat minum, serta adanya
saluran drainase yang menuju bak penampung kotoran (Anonimus, 1991).
Sedapat
mungkin bangunan kandang tunggal dibangun menghadap ke timur dan kandang ganda
membujur ke arah utara selatan. Sehingga hal ini memungkinkan sinar pagi bisa
masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang secara leluasa. Sinar pagi besar
artinya bagi kehidupan ternak karena membantu proses pembentukan vitamin D di
dalam tubuh/ unsur ultraviolet berfungsi sebagai desinfektan dan pembasmi bibit
penyakit, serta mempercepat proses pengeringan kandang yang basah akibat air
kencing ataupun air pembersih (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Perlengkapan
kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan dan tempat minum. Tempat
pakan dan tempat minum dapat dibuat dari tembok beton yang bagian dasarnya
dibuat cekung dengan lubang pembuangan air pada bagian bawah, atau bisa juga
tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat minum menggunakan ember
(Siregar, 2003).


2.4. Pakan
Bahan
pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak berupa bahan organik
maupun anorganik dan dapat dicerna baik seluruhnya atau sebagian dengan tidak
mengganggu kesehatan ternak yang bersangkutan. Pakan mempunyai peranan yang
penting, baik diperlukan bagi ternak-ternak muda untuk mempertahankan hidupnya
dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi
untuk memelihara daya tahan tubuhdan kesehatan. Pakan yang diberikan pada
seekor ternak harus sempurna danmencukupi. Sempurna dalam arti bahwa pakan yang
diberikan pada ternaktersebut harus mengandung semua nutrien yang diperlukan
oleh tubuh dengankualitas yang baik (Sugeng, 2005).
Pakan
ternak sapi potong yang cukup nutrien merupakan salah satuunsur penting untuk
menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pemberian pakan yang
baik dan memenuhi beberapa kebutuhan sebagai berikut :
1.
Kebutuhan hidup pokok, yaitu
kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah minimal. Meskipun ternak
dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya
kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan sejumlah minimal zat pakan untuk menjaga
keseimbangan dan mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut
digunakan untuk bernafas, dan pencernaan pakan.
2.
Kebutuhan pertumbuhan, yaitu
kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan
tubuh dan menambah berat badan.
3.
Kebutuhan untuk reproduksi,
yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses reproduksi,
misalnya kebuntingan
Untuk
kebutuhan nutrien sapi potong dalam praktek penyusunan diperlukan pedoman
standart berdasarkan berat tubuh dan pertambahan berat tubuh (Murtidjo, 2001).
Pakan
penguat (konsentrat) merupakan bahan pakan atau campuranpakan yang melengkapi
kebutuhan zat pakan utama, mengandung protein danenergi tinggi serta serat
kasar kurang 18%. Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang digunakan bersama
bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan bahan
pakan dan dimaksudkan untuk disatukan, dicampur sebagai suplemen atau
pelengkap. Bahan pakan penguat (konsentrat) ini meliputi bahan makanan yang
berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur; hasil ikutan
pertanian atau pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, tetes; dan berbagai
umbi. Pakan penguat perlu pula diberikan pada musim kering yang lama, saat
rumput yang tersedia memiliki kandungan nutrisi yang rendah. Peranan pakan
konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi
kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Sudarmono dan
Sugeng, 2008).
Menyusun
ransum bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus diusahakan agar kandungan zat-zat
makanan dalam ransum sesuai dengan kebutuhan ternak yang dipelihara. Dengan
demikian, kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak dapat
terpenuhi. Khusus ternak bibit, harus diperhatikan pula untuk reproduksinya.
Sayangnya tidak ada satu jenis bahan pakan pun di dunia ini yang kandungan
zat-zat makanannya sesuai dengan kebutuhan ternak. Oleh karena itu, penyediaan
bahan pakan perlu dikombinasikan dengan beberapa jenis bahan pakan lain agar
dapat disusun menjadi ransum yang seimbang (Sarwono dan Arianto, 2002).
2.5. Kesehatan
dan Penyakit Ternak
Kesehatan
pada ternak merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemeliharaan ternak
sapi potong. Sapi yang sakit tidak mampu memberikanhasil yang maksimal dan sapi
yang terjangkit penyakit menular produksidagingnya tidak dapat dipasarkan
karena dapat membahayakan kesehatanmanusia (Sugeng, 2005).
Menurut
Sudarmono dan Sugeng (2008) berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di
Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit menular yang
berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Walaupun
penyakit menular tidak langsung mematikan,
akan tetapi dapat merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan,
mengurangi pertumbuhan dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali.
Vaksinasi
merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan cara
menciptakan kekebalan tubuh. Vaksinasi penting yang harus dilakukan oleh setiap
peternak sapi potong antara lain vaksinasi untuk pencegahan terhadap penyakit brucellosis
dan anthrax yang pernah berjangkit di Jawa Barat dan Jawa Tengah
(Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Keberhasilan
tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal keberhasilan pemeliharaan
berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase
hidup sapi yang bersangkutan mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa ( Sugeng,
2005).
2.6. Penanganan
Limbah
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan
produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair
seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu,
kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000).
Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses)
maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan
prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran
lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah yang
besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus
agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu direncanakan dengan
sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan penghasilan tambahan
seperti mengolah kotoran menjadi kompos.
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari
bahan-bahan Organic seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos
yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunnya
terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani, 1999).
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober
2015, pukul 13.00 sampai selesai dan bertempat di Rumah Potong Hewan, Kelurahan
Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No
|
Nama Alat
|
Kegunaan
|
1.
2.
3.
|
Alat tulis
Alat ukur
Kendaraan
|
Untuk menuliskan hasil pengamatan
Untuk mengukur panjang dan lebar kandang RPH
Untuk kendaraan menuju RPH
|
Bahan yang digunakan dalam praktikum
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
1.
2.
|
Sapi bali
Kandang RPH
|
Bahan pengamatan
Bahan pengamatan
|
3.3.
Metode Praktikum
Metode yang
digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey dan pengamatan langsung di
lapangan untuk memperoleh data dan informasi mengenai lokasi, situasi dan
kondisi di lapangan dalam hal ini Rumah Potong Hewan yang berhubungan dengan
materi praktikum.
Prosedur kerja dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengamati
keadaan kandang RPH yang terdiri dari gambar kandang, bahan pembuatan kandang,
ukuran kandang, tempat pakan, dan tempat air minum.
2. Mengamati
penandaan yang terdapat pada sapi.
3. Mengamati
pola pemeliharaan sapi bali
4. Melakukan
wawancara dengan petugas RPH, dan
5. Menuliskan
hasil wawancara dan hasil pengamatan pengamatan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Kandang
RPH Kota Kendari
4.1.1.
Jenis
Kandang
Berdasarkan
pengamtan yang dilakukan jenis kandang sapi Bali yang digunakan di RPH kota
Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini merupakan
kandang sementara sebelum ternak sapi di potong. Pengadaan kandang berkelomppok
ini bertujuan untuk memudahkan dalam memasukan ternak yang dipindahkan dari
luar kota.
4.1.2.
Bahan
Kandang
Bahan pembuatan kandang
terdiri dari besi tiangnya dan bagian atasya terdiri dari seng.
4.1.3. Ukuran Kandang
-
Jarak antara tempat pakan yang satu
dengan yang lainnya adalahh 1,5 m
-
Lebar irigasi adalah 20 cm
-
Ukuran kandang lebar adalah 15 m,
panjang 25 m, sehingga luasnnya 375 m²
-
Untuk tempat pakannya ukurannya yaitu
lebar 2 meter, panjang 12 m, sehingga luasnya 24 m²
4.1.4.
Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara dengan petugas RPH Kota
Kendari bahwa Penandaan yang diberikan
pada sapi Bali di RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
1. Pengirisan
dibagian telinga pada sapi
2. Penandaan
menggunakan SP (nama kampung asal pemilik ternak)
3. Diberi
pengikat tali dibagian lehernya.
Penandaan yang terdapat pada sapi di RPH biasanya
dilakukan oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali
pengirisan dibagian telinga. Penandaan ini biasanya dilakukan oleh peternak
untuk memudahkan dalam mengetahui ternaknya.
Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal) biasanya jarang ditemukan di RPH
kota kendari karena penandaan ini tergantung daerah asal. Sedangkan pemberian
tali dileher selain sebagai penandaan juga bertujuan untuk memudahkan dalam
melakukan pengikatan terhadap ternak yang bersangkutan.
Para petugas RPH tidak
melakukan penandaan karena di RPH ternak hanya tinggal sementara tergantung
pesanan konsumen. Apabila konsumen permintaannya lebih cepat maka ternak tidak
akan lama tinggal di RPH sedangkan permintaannya konsumen lama maka ternak akan
lebih lama tinggal di RPH.
4.1.5.
Penanganan pada Ternak Sapi Bali Di RPH
a. Pemberian
vaksin tidak ada
b. Pemerian
obat tidak ada
c. Fesess
dan kotoran ternak setiap hari dibersihkan
d. Feses
dijadikan sebagia pupuk kompos
4.1.6.
Pola Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH Kota
Kendari
a. Lama
pemeliharaan tergantung dari pesanan
b. System
pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan
c. Pemberian
rumput gajah sebanyak tiga kali sehari dan diberikan sebagian rumput gembala
d. Pemberian
air minum sebanyak tiga kali sehari
e. Pemeliharaan
ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor
4.2. Pembahasan
Usaha
peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. pengelolaannya masih
merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang
memadai. Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) mengusahakan ternak
sebagai bagian sehari-hari.
Rendahnya populasi ternak sapi di Indonesia selama ini
karena pada umumnya sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh
peternak masih dalam skala kecil, dan masih secara tradisional dengan lahan dan
modal yang terbatas. Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan
total. Pengadaan bibit, pemberian makanan, pemeliharaan atau lain sebagainya
belum menggunakan teknologi modern. Dalam usaha pemeliharaan tersebut umumnya
tanpa dilandasi ilmu pengetahuan.
BPS
Sultra melaporkan bahwa ada 3 jenis sapi potong di Sulawesi Tenggara yang
dipelihara petani yaitu sapi Bali (91,1%), peranakan Ongole (5,0%), dan sapi
Madura (3,9%). Salah satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup
prosfektif di Sulawesi tenggara adalah Kabupaten Kendari, karena disamping
potensi luas wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan
strategis di Sulawesi Tenggara. Wilayah daratan
Kabupaten Kendari umumnya berbasisi afroekosistim lahan kering, sehingga
sapi bali dapat menjadi penopang system paetanian irigasi dan tegalan.
Menurut
Abet (2001) Populasi sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali,
sedangkan khusus untuk wilayah kecamatan konda menurut data statistic setempat,
untuk tahun 2000 populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh
petani peternak dan terintergrasi secara subsistim dengan pertanian pangan,
yang didominasi dengan pemeliharaan secara sederhana.
V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut:
a. Jenis kandang sapi Bali yang digunakan di
RPH kota Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini
merupakan kandang sementara sebelum ternak sapi di potong.
b.
Penandaan yang terdapat pada sapi di RPH biasanya dilakukan
oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali pengirisan
dibagian telinga.
c.
Pola
pemeliharaan sapi potong di RPH Kota Kendari yaitu Lama
pemeliharaan tergantung dari pesanan, System
pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan, Pemberian rumput gajah sebanyak tiga
kali sehari dan diberikan sebagian rumput gembala, Pemberian air minum sebanyak tiga kali
sehari , Pemeliharaan
ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor
5.2. Saran
Saran yang dapat
diajukan dalam pratikum ini adalah Dalam
upaya perbaikan produksi ternak sebaiknya dilakukan pembinaan kepada peternak
terkait unsur-unsur yang dapat meningkatkan usaha ternak seperti breeding,
feeding dan menegemen yang baik dan dalam upaya penangan penyakit sebaiknya
penyuluh peternakan setempat lebih aktif lagi dalam membantu masyarakat dalam
menengani ternak yang sakit serta pemberian vaksinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abet A, 2001. Studi
Kelahiran Bulanan Sapi Bali pada Beberapa Desa Transmigrasi di Kecamatan Konda
Kabupaten Kendari. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian
Program Studi Produksi Ternak. Universitas Haluoleo, Kendari.
Chandra
Kusumawardana, 2010. Manajemenbreeding sapi
potong di dinas Peternakan dan perikanan kabupaten sragen.
Universitas sebelas maret Surakarta
Rudiawan, Y. 2003.
Analisi Potensi Teknis Pengelolaan Peternakan di Kawasan Pesisir Pantai
Kabupaten Kendari. Skripsi
Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Produksi Ternak.
Universitas Haluoleo, Kendari
.
Syarif, I. 2012. Laporan Praktikum Sapi Potong Produksi Ternak Potong Dan Kerja.http://nasasulsel.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum-sapi
potong.html.
LAMPIRAN






Tidak ada komentar:
Posting Komentar