Selasa, 03 Mei 2016

Program Sanitasi Atau Biosekuriti Dan Karantina Pada Penggemukan Sapi Potong, Penyakit Yang Sering Diserang Pada Sapi Feedlot, dan Vaksin Yang Sering Digunakan Pada Penggemukan Sapi Potong



Tugas
MANAJEMEN PENGGEMUKAN

“Program Sanitasi Atau Biosekuriti Dan Karantina Pada Penggemukan Sapi Potong, Penyakit Yang Sering Diserang Pada Sapi Feedlot, dan Vaksin Yang Sering Digunakan Pada Penggemukan Sapi Potong”


OLEH :
NAMA           :GORISMAN MATUALESI
NIM               : L1A1 13 009
KELAS          : A

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016




Program Sanitasi Atau Biosekuriti Dan Karantina Pada Penggemukan Sapi Potong

Penanganan kesehatan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam memperoleh pejantan yang sehat. Selain itu ternak juga penting untuk diperiksa, agar dapat mendeteksi infeksi penyakit-penyakit tertentu. Penyakit pada masing-masing jenis juga berbeda, misalnya pada sapi Bali yang paling umum adalah Jembrana (Gregory, 1983). Adapun upaya  yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak meliputi tindakan karantina, pemeriksaan kesehatan harian, penanganan kesehatan hewan, pemotongan kuku, desinfeksi kandang, kontrol ektoparasit, pemberian vaksin, pemberian obat cacing, biosecurity maupun otopsi.
1.         Tindakan Karantina
Ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan pada kandang/ tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang sementara untuk proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam proses adaptasi ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit orf, pink eye, kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera diobati dan lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang akan digunakan dalam usaha ternak kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai obat-obatan untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit. Setelah 7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang utama
Tujuan dari karantina adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi perkandangan ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.

2.  Pemeriksaan Kesehatan Harian
Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit atau mengalami kelainan dapat segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan sebelum kandang dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan harian antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati feses, urin, dan keadaan sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak), mengamati keadaan tubuh ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata, telinga dan bulu ternak), mengamati cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau pembengkakan serta ada atau tidaknya eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal (encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau suatu penyakit pada sistem pencernannya. Adanya pengamatan kesehatan harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat ditangani sesegera mungkin dan apabila ada pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat pengamatan kesehatan harian juga dilakukan recording atau pencatatan abnormalitas yang terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang pernah di alami oleh pejantan.

3.         Penanganan Kesehatan Hewan
Penanganan kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan medis pada pejantan yang sakit sehingga pejantan yang sakit secepatnya dapat ditangani sesuai dengan gejala klinis yang timbul. Penanganan kesehatan hewan dilakukan saat ditemukan adanya kelainan atau gejala klinis yang terlihat pada hewan setelah dilakukan pengontrolan rutin.
a.         Pemeriksaan Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan adanya gejala klinis maka akan dilakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis tersebut dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan didalam dan diluar kandang (di kandang jepit). Pemeriksaan klinis meliputi :
1)  Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukkan thermometer kedalam rektum dan dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibaca suhunya.
2)  Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan stetoskop.
3)  Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk mengetahui apakah frekuensi pernafasan hewan normal atau tidak.
4)  Palpasi dilakukan dengan sentuhan atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah normal atau tidak.
b.         Pengobatan 
                  Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang di diagnosa sakit berdasarkan pengamatan harian. Pengobatan ternak dilakukan sesuai diagnosa yang telah ditentukan, dengan dosis obat yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak tersebut. Ternak yang sakit diistirahatkan di kandang karantina hingga dinyatakan sehat oleh bagian kesehatan hewan.
c.         Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan secara rutin sebulan sekali. Vitamin yang diberikan antara lain adalah vitamin A, D, dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan ternak sehingga produkstifitasnya terjaga.

4.         Pemotongan Kuku
Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau antara kuku luar dan dalam panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang. Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan urine serta luka akibat terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi busuk kuku. Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan kukunya lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci. Bahan dan obat-obatan yang diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex, antibdiotik, antiinflamasi, dan salep. Langkah-langkah dalam pemotongan kuku yaitu sebagai berikut :
a.    Siapkan peralatan untuk memotong kuku kemudian atur tali pada mesin potong kuku.
b.    Keluarkan ternak dari kandang, pastikan ternak sudah dimandikan dan diberi pakan.
c.    Ternak dimasukkan kedalam mesin potong kuku yang bentuknya seperti kandang jepit kemudian ternak di restrain dengan tali penompang tubuh sapi dibagian tengah, depan dan belakang tubuh sapi yang sudah dikaitkan pada mesin potong kuku dengan cara melingkarkan tali pada bagian perut dan dada kemudian dikencangkan.
d.    Kemudian tekan tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas meja dan dibaringkan terlebih dahulu. Proses pengangkatan tubuh sapi menggunakan sistem hidrolik dengan 2 buah silinder sehingga proses pengangkatan lebih halus dan lebih bertenaga.
e.    Setelah itu ikat kaki ternak dengan tali pada tiang mesin potong kuku yang terangkat tadi. Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemotongan kuku sebaiknya ternak ditali dengan model Halter (tali kepala) yang ditambat kuat, sedangkan tali nose ring ditambat sedikit longgar. Tujuannya supaya apabila ternak berontak maka hidungnya tidak terluka atau bahkan terputus.
f.     Ukur panjang kuku ternak dengan mistar ukur, setelah dicatat kemudian bersihkan  kotoran-kotoran atau batu pada kuku. Setelah itu kuku diberi desinfektan dan dibersihkan lagi menggunakan sikat.
g.    Selanjutnya Buatlah pola dengan gerinda.
h.    Gerakan tangan memotong kuku ternak adalah mengiris, yaitu kama ditarik vertikal dari atas ke bawah, bukan mencabik. Lakukan pemotongan menurut garis pola yang sudah dibuat secara rata sampai kedua belah kuku betul-betul simetris dan rata.
i.     Apabila ada cekungan pada kuku, bersihkan menggunakan rennet.
PEMOTONGAN KUKU TERNAK

j.     Bila dinding kuku masih terlihat tebal, gunakan gerinda atau alat kikir hingga 0,5 cm dari batas garis putih.
k.    Setelah selesai, panjang kuku diukur dengan mistar dan dicatat kembali kemudian kaki ternak dan tali hirauchi dilepas
l.     Mendipping ternak pada cairan desinfektan yang tersedia di depan tempat potong kuku, kemudian ternak dibawa kembali ke kandang.
m.   Mesin potong kuku yang telah selesai dipakai kemudian di sanitasi agar mesin tetap terawat dan terjaga kebersihannya.    
5.         Desinfeksi Kandang
Desinfeksi kandang dilakukan setiap dua kali dalam sebulan dengan menggunakan sprayer yang telah terisi larutan desinfektan dan disemprotkan ke seluruh lantai, dinding, palungan dan halaman kandang. Tujuan dari desinfeksi kandang adalah untuk mengendalikan populasi mikroorganisme yang berpotensi menimbulkan penyakit sehingga merugikan kesehatan ternak. Kegiatan desinfeksi dapat menggunakan desinfektan Bestadest dengan dosis 2,5 s/d 5 ml/liter (untuk 4m2) atau Benzaklin dengan dosis 60 ml/10 liter air disemprotkan keseluruh lantai, dinding, halaman kandang, dan kuku pejantan.
desinfeksi kandang
6.         Kontrol Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar atxau permukaan tubuh inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat, dll) serta jenis akari (caplak, tungau dll). Keberadaan ektoparasit akan mengakibatkan ternak merasa tidak nyaman, sehingga nafsu makan ternak menurun dan akan berdampak pada kualitas produk ternak. oleh karena itu penyemprotan anti ektoparasit sangat penting dalam agenda pencegahan penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan suatu tindakan pengendalian terhadap parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Ektoparasit dapat menyebabkan stres pada pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor mekanik maupun biologis penyakit hewan.
Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali menggunakan sunschin dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP (25% Cypermethrin dengan dosis 30 gr/50 liter air) dan disemprotkan ke bagian tubuh ternak, seperti bagian perut, pantat, kaki dan punggung. Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan sebaiknya tidak mencemari pakan, tempat pakan, dan air minum. Cypermethrin adalah piretroid sintetis yang digunakan untuk keperluan rumah tangga. Ini berperan sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam hal ini mudah terdegradasi di tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun untuk ikan, lebah dan serangga air, menurut National Pestisida Jaringan Telekomunikasi (NPTN). Cypermethrin banyak ditemukan dalam pembunuh semut, dan pembunuh kecoa, termasuk Raid dan kapur semut.
Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara pemakaiannya yaitu dengan menyemprotkan gusanex pada bagian tubuh ternak yang mengalami luka. Tujuannya agar luka tersebut segera kering dan tidak dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi tempat berkembangnya telur lalat dan ektoparasit lainnya.
PENYEMPROTAN EKTOPARASIT



7.         Biosecurity
Menurut Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi ternak secara keseluruhan, dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan (animal welfare). Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/ penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Dwicipto, 2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan terhadap ternak dari berbagai bibit penyakit (bakteri dan virus) melalui pengamanan terhadap lingkungannya dan orang atau individu yang terlibat dalam siklus pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit penyakit (bakteri dan virus) yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi ternak. Tindakan biosecurity meliputi :
a.    Lokasi peternakan harus terbebas dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan.
b.    Melakukan desinfeksi dan penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat, nyamuk, kumbang, belalang disetiap kandang secara berkala.
c.    Setiap kendaraan yang akan masuk ke areal peternakan harus melewati bak biosecurity dan disemprot, yang mana cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan (lysol).
d.    Setiap petugas yang akan masuk ke kandang diharuskan mencelupkan sepatu boot ke dalam bak biosecurity yaitu wadah berisi desinfektan yang sudah disediakan.
e.    Segera mengeluarkan ternak yang mati untuk diotopsi lalu dikubur atau dimusnahkan.
f.     Selain petugas dilarang memasuki areal kandang.
g.    Membatasi kendaraan yang masuk ke areal kandang.
h.    Meyediakan kendaraan khusus bagi tamu yang berkunjung, contohnya seperti kereta biosecurity.
i.     Untuk aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakaian khusus berupa jas dan alas kaki khusus untuk laboratorium

8.         Pemberian Obat Cacing
Pemberian obat cacing secara per oral dan dilakukan terhadap seluruh ternak setiap pergantian musim. Ternaki yang mengidap parasit cacing sulit diprediksi bila dilihat dari kondisi fisiknya sehingga untuk mengantisipasi terjadinya infeksi dan berkembang biaknya cacing dalam tubuh ternak maka diperlukan pemberian obat cacing. Dosis yang diberikan terhadap ternak ialah menurut berat badannya. Pemberian obat cacing dilakukan terhadap seluruh ternak setiap 6 bulan sekali. Obat cacing yang digunakan adalah Albendazole dengan dosis 1 ml/10 kg berat badan ternak.

9.         Otopsi
Bila terjadi kasus kematian ternak maka dilakukan otopsi atau bedah bangkai pada hari yang sama. Setelah itu dilakukan patologi anatomi, diambil potongan kubus 1 cm pada organ yang terjadi kelainan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan formalin 10%. Sampel tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut, baru kemudian dilakukan pencatatan atau laporan mortilitas ternak.


Penyakit Yang Sering Diserang Pada Sapi Feedlot

1.      Asidosis pada penggemukan sapi
            Secara fisik tanda-tanda asidosis : diare, mucus pada feces, dehidrasi, inkoordinasi, akhirnya akan terjadi kematian. Sedangkan secara fisiologis tanda-tandanya adalah terjadi peningkatan level asam laktat pada rumen, pH rumen dan pH darah menurun, hemo konsentrasi, peningkatan tekanan osmotik dalam rumen, rumen statis, penurunan jumlah protozoa rumen.
            Asidosis dapat terjadi karena sapi mengkonsumsi pakan yang kaya karbohidrat tersedia secara berlebihan. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh manajemen dan fisiologis.
a.       Manajemen
o   *Awal pemberian pakan pada sapi
Sering sapi-sapi yang masuk ke dalam feedlot tidak pernah diberi konsentrat secara berlebihan. Akan lebih baik menggunakan pakan kasar (roughage) untuk sapi-sapi yang baru datang, kemudian secara bertahap diberi konsentrat sampai akhirnya full feed.
o   *Perubahan pakan
Bila level konsentrat ditingkatkan, harus diberikan secara bertahap sehingga kalori yang dikonsumsi, peningkatannya juga bertahap.
o   *Pakan dengan energi tinggi
Sangat sulit dalam pemberian pakan dengan kandungan konsentrat tinggi tanpa mengalami asidosis / kembung.
o   *Cuaca dan musim
Kejadian asidosis paling tinggi terjadi selama musim panas / pada waktu perubahan cuaca. Hal ini karena pakan yang dikonsumsi berfluktuasi dalam jumlah dan kualitas.
o   *Perbedaan bangsa
            Sapi Brahman yang diberi konsentrat tinggi, level asam laktat dalam darah akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan sapi Hereford atau Angus.
b.  Fisiologis
o   *Motilitas rumen berhenti / statis
Bila pH rumen menurun mendekati 5, kontraksi rumen juga akan menurun dan akhirnya akan berhenti sama sekali karena banyak mikrobia rumen yang mati.
o   *Diare / dehidrasi
Dalam kondisi ini akan terjadi penurunan total air tubuh sampai dengan 8% dari BB (pada domba). Cairan fecal yang hilang melalui diare cukup besar dan terjadi ketika motilitas rumen terdepress.
2.      Asidosis sistemik
Asidosis akut pada ruminansia disebabkan karena kelebihan konsumsi KH fermentable yang menyebabkan penurunan pH karena produksi VFA dan non VFA yang besar.
Selama asidosis, bakteri pencerna selulosa dan protozoa jumlahnya menurun dengan cepat. Dengan kata lain organisme yang menstabilkan lingkungan rumen berada di bawah kondisi normal.
Pemberian pakan dengan kandungan SK tinggi (roughage) akan membantu mengurangi terjadinya asidosis, karena roughage mempunyai kemampuan buffer yang lebih baik daripada konsentrat.


3. Gangguan gizi
 
·         asidosis
               Asidosis adalah gangguan gizi yang paling umum di penggemukan . Sejumlah besar feed sangat difermentasi , seperti biji-bijian sereal , dikonsumsi dalam waktu singkat dapat mengakibatkan produksi asam laktat lebih dari kaleng buffered oleh rumen . Hasil ini dalam air dari sistem peredaran darah ditarik ke rumen ( tubuh menjadi dehidrasi ) dan diucapkan perubahan Ph darah . Tanda-tanda biasanya akan akut atau sub - akut . Selamat asidosis akut mungkin memiliki masalah kronis seperti rumenitis jamur , abses hati , mengasapi , dan pendiri atau laminitis .
4. asidosis akut
               Hewan yang tidak disesuaikan dengan mudah difermentasi feed lebih rentan terhadap asidosis (kadang-kadang disebut grain kelebihan) dari hewan yang telah disesuaikan dengan hati-hati. Namun, bahkan hewan dikondisikan untuk pakan penuh dapat rentan di bawah beberapa kondisi seperti perubahan pakan dan pembatasan sementara ketersediaan pakan. Akut hewan yang terkena biasanya akan mengembangkan tanda-tanda dalam waktu 12-24 jam dari makan berlebihan.
               Mereka akan benar-benar pakan off, depresi dan tidak mau bergerak, lemah, dan dehidrasi. Mereka mungkin muncul buta, menggiling gigi mereka, mendengus, dan kadang-kadang menendang di perut mereka. Kepenuhan dan distensi abdomen (rumen) dapat diamati. Sebuah berbau busuk diare dapat diamati kecuali kondisinya demikian akut bahwa hewan mati sebelum dapat berkembang.
               Pada kasus yang berat hewan akan berbaring, mampu bangkit. Mereka umumnya berbaring diam-diam dengan kepala mereka terselip ke samping. suhu tubuh mungkin subnormal dan denyut nadi lemah. Kematian biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah hewan turun.
               Hewan yang bertahan mungkin menderita dari lapisan rumen yang rusak dan kehancuran mikroflora rumen yang mengarah ke pertumbuhan berlebih jamur pada rumen dan kematian. Beberapa kematian dapat terjadi selama 3 minggu setelah episode kawanan makan berlebihan dan asidosis. rumen kerusakan lapisan kurang parah dapat menyebabkan abses hati dan gangguan pertumbuhan. Laminitis, atau pendiri, mungkin mengikuti asidosis akut, dan bukti subakut laminitis dalam bentuk kuku ditumbuhi dan cacat mungkin ada 30-60 hari kemudian.
 
5. subakut acidosis
               Hewan dengan tanda-tanda kurang akut dan parah mungkin masih makan tapi mungkin tidak mengkonsumsi sebanyak normal atau off pakan hanya untuk waktu yang singkat. Satu-satunya tanda-tanda yang jelas dari subakut acidosis dapat dikurangi keuntungan dan kehadiran diare dalam bentuk tinja berwarna abu-abu. Karena kerusakan rumen lapisan masih mungkin terjadi tanpa adanya tanda-tanda parah, hewan-hewan ini dapat mengembangkan kerusakan rumen kronis dan abses hati.
               kondisi cuaca dapat menyebabkan fluktuasi dari asupan jatah jika tidak dapat diterima. kondisi badai dapat menyebabkan ternak untuk mengkonsumsi sejumlah besar pakan sebelum dan sesudah badai. kondisi berlumpur yang dapat mengubah konsumsi pakan. Penurunan tekanan udara dapat menunjukkan kondisi badai yang mendekat. Kondisi yang mempromosikan asupan jatah reguler dalam jumlah waktu yang lebih singkat dapat menyebabkan asidosis. Hot, cuaca lembab akan menyebabkan sapi untuk makan proporsi yang lebih besar dari pakan mereka di malam hari, daripada siang hari.
               Tidak tepat pencampuran pakan dapat menyebabkan asidosis. Sebagai manajemen tidur yang tidak tepat dibahas sebelumnya dapat menjadi penyebab asidosis. Hanya pembersihan sesekali palung air juga akan mempengaruhi asupan. Dimasukkannya Ionofor dapat membantu mengurangi fluktuasi asupan.
6. Pengobatan - akut Asidosis
               Jika ternak perhatikan setelah mengkonsumsi sejumlah besar biji-bijian dan sebelum mereka minum air , masalah dapat dihindari dengan menjaga mereka dari air sampai 24 jam ( Baker et al . , 1983) . Beberapa pengobatan umum adalah pemberian oral minyak mineral dan / atau natrium bikarbonat bersama dengan arang aktif , terapi anti endotoksin , dan pengosongan bedah dari rumen dalam beberapa kasus .
 
·         Bloat
               Penggembungan terjadi ketika produksi gas rumen melebihi laju eliminasi gas . Gas kemudian terakumulasi menyebabkan distensi rumen . Kulit di sisi kiri dari binatang di belakang tulang rusuk terakhir mungkin muncul buncit .
               Meskipun mengasapi sering diklasifikasikan sebagai baik rumput atau penggemukan mengasapi , itu mungkin lebih akurat untuk mengidentifikasi itu sebagai baik mengasapi bebas gas atau mengasapi berbusa . mengasapi berbusa lebih sering terjadi pada sapi makan kacang-kacangan atau rumput yang subur dari pada sapi penggemukan . mengasapi bebas - gas lebih sering terjadi pada sapi penggemukan .

7. Berbusa Penggembungan (Frothy Bloat)
 
               Dalam situasi berbusa atau mengasapi berbusa , produksi gas tidak sangat meningkat tetapi gas yang terjebak dalam busa . mengasapi berbusa di penggemukan biasanya berkembang perlahan-lahan selama beberapa minggu dan sering menjadi kronis . Poloxalene adalah efektif " deformer " untuk mengasapi berbusa .
 
8. Free- Gas Penggembungan (Free-Gas Bloat)
 
               Banyak faktor yang sama yang menyebabkan asidosis terkait dengan mengasapi bebas gas . Oleh karena itu manajemen tidur yang tepat dan langkah-langkah pencegahan lainnya harus dilakukan untuk pencegahan mengasapi .
9. Tanda klinis
               Hewan menderita bate urine mungkin pada awalnya tampak gelisah dengan sering mengejan dalam upaya gagal untuk buang air kecil . Mereka mungkin berulang cap pakan dan tendangan mereka di perut . Dalam beberapa kasus ketika penyumbatan kemih tidak lengkap , urin dapat menggiring bola perlahan dari sarungnya . Setelah penyumbatan lengkap aliran urine , kandung kemih atau uretra akhirnya pecah melepaskan urin ke dalam rongga tubuh dan jaringan sekitarnya . Pada tahap ini hewan dapat menunjukkan kerugian lengkap nafsu makan dan berdiri diam-diam atau berbaring . Sebuah hasil uretra pecah dalam pembengkakan besar di bawah kulit di depan skrotum .
 
10. Fosfat batu urine
               Tingkat fosfor dan kalsium - fosfor tinggi ketidakseimbangan mempromosikan jenis bate urine . Konsumsi air yang lebih rendah oleh hewan selama musim dingin diyakini menjadi alasan penting untuk kejadian bate lebih tinggi kemih terkait dengan musim itu . air keras sering disalahkan atas terjadinya bate urine . Namun , kalsium dan magnesium yang merupakan " kekerasan " air telah ditemukan untuk mempromosikan perlindungan terhadap bate urine fosfat . Metode pencegahan terbaik untuk menjaga 2 : 1 sampai 1,2 : 1 kalsium untuk rasio fosfor .
 
FOOT ROT
               BPB bukan gangguan gizi , tetapi langkah-langkah pencegahan yang tersedia melalui makan . agen kemoterapi digunakan dalam pakan meliputi : zinc metionin ( ZinproTM ) , oxytetracycline , klortetrasiklin . Namun , produk ini bukan pengganti untuk menjaga banyak bersih dan kering .


11. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
12.  Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur, selaput lendir dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
13.  Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri. Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam. Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
14.  Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pencegahan terhadap penyakit sapi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (1) pemilihan sapi bakalan yang betul-betul sehat, 2) Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
(3) Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
(4) Mengusakan lantai kandang selalu kering, (5) Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk. (6) pemilihan lokasi dan kandang yang memenuhi syarat, (7) pemberian pakan yang baik, (4) vaksinasi dan pengobatan (Darmono, 1993). Tindakan higiene meliputi usaha kebersihan lingkungan kandang, seperti lantai yang bersih dan kering, drainase sekitar bangunan kandang yang baik, pengapuran dinding kandang yang teratur, pengaturan ventilasi kandang yang sempurna, dan mampu membentengi dari serangan berbagai jenis infeksi penyakit.
Pada umumnya tubuh sapi mudah kotor akibat kotoran sapi itu sendiri. Atau berupa daki yang terdiri dari timbunan debu dan keringat yang melekat pada tubuhnya. Agar selalu bersih, badan sapi harus dimandikan sehari sekali. Caranya kulitnya digosok-gosok dengan sikat atau spons, atau bahan lain hingga bersih. Sapi yang kulitnya bersih, air keringatnya akan keluar dengan lancar, pengaturan panas di dalam tubuh menjadi lebih sempurna, dan parasit kulit atau gatal-gatal tidak mudah menghinggapinya.


Vaksin Yang Sering Digunakan Pada Penggemukan Sapi Potong

Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax. Berbagai obat cacing yang sering digunakan adalah rintal boli, valbazen, dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar