Selasa, 16 Februari 2016

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN TERNAK POTONG ( “Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong Di Rumah Potong Hewan, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.” )



LAPORAN PRAKTIKUM
 MANAJEMEN TERNAK POTONG
( “Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong Di Rumah Potong Hewan, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.” )


OLEH
NAMA            : GORISMAN MATUALESI
STAMBUK   : L1A1 13 009
KELAS           : A
ASISTEN        : MELLY PRATIWI SETYAWATI


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015



I. PENDAHULUAN

 1.1. Latar Belakang
            Rumah Potong Hewan adalah (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratanteknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH yang ada di Kota Pontianak sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi kebutuhan penduduk sekitarnya. Rumah Potong Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan disekitarnya. Selain menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa dimanfaatkan dan limbah.
Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi daging di dalam negeri, sehingga pemerintah harus mengimpor daging dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Rendahnya produksi daging dalam negeri disebabkan oleh pola pemeliharaan yang masih tradisional, adopsi teknologi peternakan oleh masyarak masih rendah, skala usaha masih kecil berkisar 2-3 ekor, kurangnya modal usaha dan lahan yang sempit. Ternak-ternak potong yang ada di Indonesia sebagian besar dipelihara bukan semata-mata untuk tujuan produksi daging, tapi juga digunakan sebagai tenaga kerja.
Upaya untuk mencapai bobot badan yang optimal dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah dengan memberikan pakan yang memenuhi kebutuhan gizi bagi ternak. Pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan, konsentrat dan pakan tambahan. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18%, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar kurang dari 18%. Pemberian pakan dalam pemeliharaan ternak adalah untuk memenuhi kebutuhan ternak atau menunjang kelangsungan hidupnya, disamping didukung dengan kondisi lingkungan. Pemilihan bahan pakan dan cara penyajiannya sangat menentukan keberhasilan usaha penggemukan.
Salah satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup prosfektif di Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Kendari, karena disamping potensi luas wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan strategis di Sulawesi Tenggara. Wilayah daratan  Kabupaten Kendari umumnya berbasis afroekosistem lahan kering, sehingga sapi bali dapat menjadi penopang sistem partanian irigasi dan tegalan. Populasi sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali, sedangkan khusus untuk wilayah kecamatan konda menurut data statistik setempat, untuk tahun 2000 populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh petani peternak dan terintergrasi secara subsistem dengan pertanian pangan (Abet 2001).

1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilaukannya praktikum ini adalah sebagi berikut :
1.      Untuk mengetahui kondisi lingkungan kandang di RPH kota Kendari
2.      Untuk mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3.      Untuk mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendari
Manfaat yang didapatkan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui kondisi lingkungan kandang di RPH kota Kendari
2.      Dapat mengetahui penandaan pada sapi Bali di RPH kota Kendari.
3.      Dapat mengetahui pola pemeliharaan sapi Bali di RPH kota Kendari

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RPH (rumah potong hewan)
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH Kota Bogor memiliki konsep terpadu dimana RPH  tidak hanya memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas tetapi juga RPH dilengkapi dengan kandang-kandang penampungan, pasar hewan, klinik, meat shop dan unit pengolahan ayam ungkep, koasistensi/ magang/ penelitian/ study banding ( pelajar, mahasiswa dan instansi (pemerintah maupun swasta) serta menjadi kawasan eduagrowisata sehingga pelayanan yang diberikan sangat lengkap dari hulu ke hilir atau one stop shopping. RPH Terpadu Kota Bogor yang berdiri di atas lahan 5 Ha diharapkan dapat menjadi RPH percontohan  di Indonesia.

            Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis, (Rumah potong hewan terpadu, 2014).

2.2. Bangsa Sapi Potong
Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos Sundaicus), sapi Zebu (Bos Indicus), dan sapi Eropa (Bos Taurus).Bangsa sapi berkembang sesuai dengan perkembangan pemasukkan ternak dan hasil persilangan yang dilakukan, tetapi pada dasar perkembangan masihtergantung dari ketiga bangsa sapi tersebut di atas.
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), ciri-ciri bangsa sapi tropisyaitu memiliki gelambir, kepala panjang, dahi sempit, ujung telinga runcing,bahu pendek, garis punggung berbentuk cekung, kaki panjang, tubuh relativekecil, dengan bobot badan 250-650 kg, tahan terhadap suhu tinggi, tahanterhadap caplak. Sedangkan Sapi dari subtropis memiliki bentuk kepalapendek, ujung telinga tumpul, garis punggung lurus, kaki pendek, bulupanjang dan kasar, tidak tahan terhadap suhu tinggi, banyak minum dankotorannya basah, cepat dewasa kelamin dan bentuk tubuh besar.
Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari Sapi Zebu (Bos Indicus). Di Amerika Serikat, sapi ini berkembang cukup pesat karena pola pemeliharaan dan sistem perkawinan yang terkontrol, sehingga penampilan beberapa parameter produksinya melebihi penampilan produksi di negeri asalnya. Sapi ini kemudian diekspor ke Australia dan disilangkan dengan sapi asal Eropa. Dari Australia inilah didapat sapi-sapi bakalan yang dipelihara untuk digemukkan di Indonesia. Ciri khas sapi Brahman adalah  berpunuk besar dan berkulit longgar, gelambir dibawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan-lipatan.
Keturunan sapi Brahman ini disebut Australian Brahman Cross (ABC) yang biasa dilengkapi sertifikat untuk menunjukkan persentase genetis sapi Brahman (Abidin, 2002). Sapi Brangus merupakan keturunan Bos Taurus dan Bos sondaicus yang merupakan persilangan antara sapi jantan Aberdeen Angus dengan sapi betina Brahman, yaitu mengandung 3/8 darah Brahman dan 5/8 darah Angus. Sapi brangus tidak bertanduk, tetapi bergelambir, telinga tidak terlalu besar dan berpunuk kecil, bulunya agak halus, berwarna hitam atau merah. Sapi ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, mutu dagingnya baik dan persentase karkas yang tinggi (Sosroamidjojo, 1991).

2.3. Perkandangan 
Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang nyaman bagi sapi dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tata laksana. Oleh karena itu konstruksi, bentuk, macam kandang harus dilengkapi dengan ventilasi yang sempurna, dinding, atap, lantai, tempat pakan, tempat minum, serta adanya saluran drainase yang menuju bak penampung kotoran (Anonimus, 1991).
Sedapat mungkin bangunan kandang tunggal dibangun menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan. Sehingga hal ini memungkinkan sinar pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang secara leluasa. Sinar pagi besar artinya bagi kehidupan ternak karena membantu proses pembentukan vitamin D di dalam tubuh/ unsur ultraviolet berfungsi sebagai desinfektan dan pembasmi bibit penyakit, serta mempercepat proses pengeringan kandang yang basah akibat air kencing ataupun air pembersih (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Perlengkapan kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan dan tempat minum. Tempat pakan dan tempat minum dapat dibuat dari tembok beton yang bagian dasarnya dibuat cekung dengan lubang pembuangan air pada bagian bawah, atau bisa juga tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat minum menggunakan ember (Siregar, 2003).
            

2.4. Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak berupa bahan organik maupun anorganik dan dapat dicerna baik seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak yang bersangkutan. Pakan mempunyai peranan yang penting, baik diperlukan bagi ternak-ternak muda untuk mempertahankan hidupnya dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuhdan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus sempurna danmencukupi. Sempurna dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternaktersebut harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh tubuh dengankualitas yang baik (Sugeng, 2005).
Pakan ternak sapi potong yang cukup nutrien merupakan salah satuunsur penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pemberian pakan yang baik dan memenuhi beberapa kebutuhan sebagai berikut :
1.         Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah minimal. Meskipun ternak dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan sejumlah minimal zat pakan untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernafas, dan pencernaan pakan.
2.         Kebutuhan pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan.
3.         Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan
Untuk kebutuhan nutrien sapi potong dalam praktek penyusunan diperlukan pedoman standart berdasarkan berat tubuh dan pertambahan berat tubuh (Murtidjo, 2001).
Pakan penguat (konsentrat) merupakan bahan pakan atau campuranpakan yang melengkapi kebutuhan zat pakan utama, mengandung protein danenergi tinggi serta serat kasar kurang 18%. Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan bahan pakan dan dimaksudkan untuk disatukan, dicampur sebagai suplemen atau pelengkap. Bahan pakan penguat (konsentrat) ini meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur; hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, tetes; dan berbagai umbi. Pakan penguat perlu pula diberikan pada musim kering yang lama, saat rumput yang tersedia memiliki kandungan nutrisi yang rendah. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Menyusun ransum bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus diusahakan agar kandungan zat-zat makanan dalam ransum sesuai dengan kebutuhan ternak yang dipelihara. Dengan demikian, kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak dapat terpenuhi. Khusus ternak bibit, harus diperhatikan pula untuk reproduksinya. Sayangnya tidak ada satu jenis bahan pakan pun di dunia ini yang kandungan zat-zat makanannya sesuai dengan kebutuhan ternak. Oleh karena itu, penyediaan bahan pakan perlu dikombinasikan dengan beberapa jenis bahan pakan lain agar dapat disusun menjadi ransum yang seimbang (Sarwono dan Arianto, 2002).

2.5. Kesehatan dan Penyakit Ternak
Kesehatan pada ternak merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemeliharaan ternak sapi potong. Sapi yang sakit tidak mampu memberikanhasil yang maksimal dan sapi yang terjangkit penyakit menular produksidagingnya tidak dapat dipasarkan karena dapat membahayakan kesehatanmanusia (Sugeng, 2005).
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan,  akan tetapi dapat merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali.
Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Vaksinasi penting yang harus dilakukan oleh setiap peternak sapi potong antara lain vaksinasi untuk pencegahan terhadap penyakit brucellosis dan anthrax yang pernah berjangkit di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal keberhasilan pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa ( Sugeng, 2005).

2.6. Penanganan Limbah
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000).
Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos.
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan Organic seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani, 1999).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan  pada tanggal 17 Oktober 2015, pukul 13.00 sampai selesai dan bertempat di Rumah Potong Hewan, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Andonuhu, Kota Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No
Nama Alat
Kegunaan
1.
2.

3.
Alat tulis
Alat ukur

Kendaraan
Untuk menuliskan hasil pengamatan
Untuk mengukur panjang dan lebar kandang  RPH
Untuk kendaraan menuju RPH

Bahan yang digunakan dalam praktikum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
Nama Bahan
Kegunaan
1.
2.
Sapi bali
Kandang RPH
Bahan pengamatan
Bahan pengamatan

3.3. Metode Praktikum
            Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey dan pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh data dan informasi mengenai lokasi, situasi dan kondisi di lapangan dalam hal ini Rumah Potong Hewan yang berhubungan dengan materi praktikum.
Prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengamati keadaan kandang RPH yang terdiri dari gambar kandang, bahan pembuatan kandang, ukuran kandang, tempat pakan, dan tempat air minum.
2.      Mengamati penandaan yang terdapat pada sapi.
3.      Mengamati pola pemeliharaan sapi bali
4.      Melakukan wawancara dengan petugas RPH, dan
5.      Menuliskan hasil wawancara dan hasil pengamatan pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Kandang RPH Kota Kendari
4.1.1.      Jenis Kandang
Berdasarkan pengamtan yang dilakukan jenis kandang sapi Bali yang digunakan di RPH kota Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini merupakan kandang sementara sebelum ternak sapi di potong. Pengadaan kandang berkelomppok ini bertujuan untuk memudahkan dalam memasukan ternak yang dipindahkan dari luar kota.
4.1.2.      Bahan Kandang
Bahan pembuatan kandang terdiri dari besi tiangnya dan bagian atasya terdiri dari seng.
4.1.3.      Ukuran Kandang
-          Jarak antara tempat pakan yang satu dengan yang lainnya adalahh 1,5 m
-          Lebar irigasi adalah 20 cm
-          Ukuran kandang lebar adalah 15 m, panjang 25 m, sehingga luasnnya 375 m²
-          Untuk tempat pakannya ukurannya yaitu lebar 2 meter, panjang 12 m, sehingga luasnya 24 m²

4.1.4.       Penandaan Pada Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
Berdasarkan wawancara dengan petugas RPH Kota Kendari bahwa  Penandaan yang diberikan pada sapi Bali di RPH Kota Kendari adalah sebagai berikut :
1.      Pengirisan dibagian telinga pada sapi
2.      Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal pemilik ternak)
3.      Diberi pengikat tali dibagian lehernya.
Penandaan  yang terdapat pada sapi di RPH biasanya dilakukan oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali pengirisan dibagian telinga. Penandaan ini biasanya dilakukan oleh peternak untuk memudahkan dalam mengetahui  ternaknya. Penandaan menggunakan SP (nama kampung asal) biasanya jarang ditemukan di RPH kota kendari karena penandaan ini tergantung daerah asal. Sedangkan pemberian tali dileher selain sebagai penandaan juga bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan pengikatan terhadap ternak yang bersangkutan.
Para petugas RPH tidak melakukan penandaan karena di RPH ternak hanya tinggal sementara tergantung pesanan konsumen. Apabila konsumen permintaannya lebih cepat maka ternak tidak akan lama tinggal di RPH sedangkan permintaannya konsumen lama maka ternak akan lebih lama tinggal di RPH.

4.1.5.       Penanganan pada Ternak Sapi Bali Di RPH
a.       Pemberian vaksin tidak ada
b.      Pemerian obat tidak ada
c.       Fesess dan kotoran ternak setiap hari dibersihkan
d.      Feses dijadikan sebagia pupuk kompos

4.1.6.       Pola Pemeliharaan Sapi Bali Di RPH Kota Kendari
a.       Lama pemeliharaan tergantung dari pesanan
b.      System pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan
c.       Pemberian rumput gajah sebanyak tiga kali sehari dan diberikan sebagian rumput gembala 
d.      Pemberian air minum sebanyak tiga kali sehari
e.       Pemeliharaan ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor 


4.2. Pembahasan
Usaha peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. pengelolaannya masih merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) mengusahakan ternak sebagai bagian sehari-hari.
Rendahnya populasi ternak sapi di Indonesia selama ini karena pada umumnya sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dan masih secara tradisional dengan lahan dan modal yang terbatas. Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Pengadaan bibit, pemberian makanan, pemeliharaan atau lain sebagainya belum menggunakan teknologi modern. Dalam usaha pemeliharaan tersebut umumnya tanpa dilandasi ilmu pengetahuan.
BPS Sultra melaporkan bahwa ada 3 jenis sapi potong di Sulawesi Tenggara yang dipelihara petani yaitu sapi Bali (91,1%), peranakan Ongole (5,0%), dan sapi Madura (3,9%). Salah satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup prosfektif di Sulawesi tenggara adalah Kabupaten Kendari, karena disamping potensi luas wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan strategis di Sulawesi Tenggara. Wilayah daratan  Kabupaten Kendari umumnya berbasisi afroekosistim lahan kering, sehingga sapi bali dapat menjadi penopang system paetanian irigasi dan tegalan.
Menurut Abet (2001) Populasi sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali, sedangkan khusus untuk wilayah kecamatan konda menurut data statistic setempat, untuk tahun 2000 populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh petani peternak dan terintergrasi secara subsistim dengan pertanian pangan, yang didominasi dengan pemeliharaan secara sederhana.



V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagai  berikut:
a.       Jenis kandang sapi Bali yang digunakan di RPH kota Kendari adalah kandang koloni atau kandang kelompok. Kandang ini merupakan kandang sementara sebelum ternak sapi di potong.
b.      Penandaan  yang terdapat pada sapi di RPH biasanya dilakukan oleh peternak sebelum dibawah di Rumah Potong Hewan tidak terkecuali pengirisan dibagian telinga.
c.       Pola pemeliharaan sapi potong di RPH Kota Kendari yaitu Lama pemeliharaan tergantung dari pesanan, System pemeliharaan antara jantan dan betina sama tidak ada perbedaan perlakuan, Pemberian rumput gajah sebanyak tiga kali sehari dan diberikan sebagian rumput gembala, Pemberian air minum sebanyak tiga kali sehari , Pemeliharaan ternak sapi Bali untuk setiap petak kandang maksimal sebanyak 10 ekor 

5.2. Saran
Saran yang dapat diajukan dalam pratikum ini adalah Dalam upaya perbaikan produksi ternak sebaiknya dilakukan pembinaan kepada peternak terkait unsur-unsur yang dapat meningkatkan usaha ternak seperti breeding, feeding dan menegemen yang baik dan dalam upaya penangan penyakit sebaiknya penyuluh peternakan setempat lebih aktif lagi dalam membantu masyarakat dalam menengani ternak yang sakit serta pemberian vaksinasi.




DAFTAR PUSTAKA

Abet A, 2001. Studi Kelahiran Bulanan Sapi Bali pada Beberapa Desa Transmigrasi di Kecamatan Konda Kabupaten Kendari. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Produksi Ternak. Universitas Haluoleo, Kendari.

Chandra Kusumawardana, 2010. Manajemenbreeding sapi potong di dinas Peternakan dan perikanan kabupaten sragen. Universitas sebelas maret Surakarta

Rudiawan, Y. 2003. Analisi Potensi Teknis Pengelolaan Peternakan di Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Kendari. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Produksi Ternak. Universitas Haluoleo, Kendari
.
Syarif, I. 2012. Laporan Praktikum Sapi Potong  Produksi Ternak Potong Dan Kerja.http://nasasulsel.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum-sapi potong.html.








LAMPIRAN